Rabu, 09 Mei 2012

Syarat Pencalonan Pejabat Negara


Syarat Pencalonan Diri Menjadi Pejabat Negara

قال اجعلني على خزائن الارض اني حفيظ عليم                                                     
“Dia (yusuf) berkata, jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga,dan berpengetahuan”
الذين يجتنبون كبئر الاثم والفواحش الا اللمم ان ربك واسع المغفرة هو اعلم بكم اذ انشاكم من الارض واذ انتم اجنة في بطون امهتكم فلا تزكوا انفسكم هو اعلم بمن اتقى (النجم:32)                                     
“(yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan berbuat keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah liat ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka jnaganlah menganggap dirimu suci. Dia mengetahui orang yang bertakwa. ” 
 
  TAFSIRAN
قال اجعلني على خزائن الارض                                                                           
   “jadikanlah aku bendaharawan Negara ”
    Yaitu Negara Mesir artinya dia menempati tempat al-Aziz sang raja yang meninggal pada waktu itu. Dia menerangkan sebab permintaannya menjadi menteri dalam urusan keuangan dan ekonomi.
Ceritanya : Pada suatu hari berkumpullah di istana raja Mesir, para pembesar, penasihat dan para arif bijaksana yang sengaja diundang oelh untuk memberi takbir mimpi yang telah merunsingkan dan menakutkan hatinya. Ia bermimpi seakan-akan melihat tujuh ekor sapi betina lain yang kurus-kurus. Disamping itu ia melihat pula dalam mimpinya tujuh butir gandum hijau disamping tujuh butir yang lain kering. Tidak seorang dari pembesar-pembesar yang didatangkan itu yang dapat memberi tafsiran takbir bagi mimpi Raja bahkan sebahagian drp mrk menganggapkannya sebagai mimpi kosong yang tiada bererti dan menganjurkan kepada Raja melupakan saja mimpi itu dan menghilangkannya dari fikirannya. Pelayan Raja, pemuda teman Yusuf
dalam penjara, pada masa pertemuan Raja dengan para tetamunya, lalu teringat olehnya pesan Nabi Yusuf kepadanya sewaktu ia akan dikeluarkan dari penjara dan bahwa takbir yang diberikan oleh Nabi Yusuf bagi mimpinya adalah tepat, telah terjadi sebagaimana telah ditakdirkan. Ia lalu memberanikan diri menghampiri Raja dan berkata:” Wahai Paduka Tuanku! Hamba mempunyai seorang teman kenalan di dalam penjara yang pandai menakbirkan mimpi. Ia adalah seorang yang cekap, ramah dan berbudi pekerti luhur. Ia tidak berdosa dan tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia dipenjara hanya atas fitnahan dan tuduhan palsu belaka. Ia telah memberi takbir bagi mimpiku sewaktu hamba berada dalam tahanan bersamanya dan ternyata takbirnya tepat dan benar sesuai dengan apa yang hamba alami. Jika Paduka Tuan berkenan, hamba akan pergi mengunjunginya di penjara untuk menanyakan dia tentang takbir mimpi Paduka Tuan.”Dengan izin Raja, pergilah pelayan mengunjungi Nabi Yusuf dalam penjara. Ia menyampaikan kepada Nabi Yusuf kisah mimpinya Raja yang tidak seorang pun drp anggota kakitangannya dan para penasihatnya dpt memberikan takbir yang memuaskan dan melegakan hati majikannya. Ia mengatakan kepada Nabi Yusuf bahwa jika Raja dpt dipuaskan dengan pemberian bagi takbir mimpinya, mungkin sekali ia akan dikeluarkan dari penjara dan dengan demikian akan berakhirlah penderitaan yang akan dialami bertahun-tahun dalam kurungan. Berucaplah Nabi Yusuf menguraikan takbirnya bagi mimpi Raja:” Negara akan menghadapi masa makmur, subur selama tujuh tahun, di mana tumbuh-tumbuhan dan semua tanaman gandum, padi dan sayur mayur akan mengalami masa menuai yang baik yang membawa hasil makanan berlimpah-ruah, kemudian menyusuk musim kemarau selama tujuh tahun berikutnya dimana sungai Nil tidak memberi air yang cukup bagi ladang-ladang yang kering, tumbuh-tumbuhan dan tanaman rusak dimakan hama ssedang persediaan bahan makanan, hasil tuaian tahun-tahun subur itu sudah habis dimakan. Akan tetapi, Nabi Yusuf melanjutkan keterangannya, setelah mengalami kedua musim tujuh tahun itu akan tibalah tahun basah di mana hujan akan turun dengan lebatnya menyirami tanah-tanah yang kering dan kembali menghijau menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan yang lazat yang dpt diperah untuk diminum.” Maka jika takbirku ini menjadi kenyataan,” Nabi Yusuf berkata lebih lanjut,” seharusnya kamu menyimpan baik-baik apa yang telah dihasilkan dalam tahun-tahun subur, serta berjimat dalam pemakaiannya untuk persiapan menghadapi masa kering, agar supaya terhindarlah rakyat dari bencana kelaparan dan kesengsaraan.” Raja setelah mendengar dari pelayannya apa yang diceritakan oleh Nabi Yusuf tentang mimpinya merasakan bahwa takbir yang didengarkan itu sgt masuk akal dan dpt dipercayai bahwa apa yang telah diramalkan oleh Yusuf akan menjadi kenyataan. Ia memperoleh kesan bahwa Yusuf yang telah memberi takbir yang tepat itu adalah seorang yang pandai dan bijaksana dan akan sgt berguna bagi negara jikaia didudukkan di istana menjadi penasihat dan pembantu kerajaan. Maka disuruhnyalah kembali si pelayan ke penjara untuk membawa Yusuf menghadap kepadanya di istana. Nabi Yusuf yang sudah cukup derita hidup sebagai orang tahanan yang tidak berdosa, dan ingin segera keluar dari kurungan yang mencekam hatinya itu, namun ia enggan keluar dari penjara sebelum peristiwanya dengan isteri Ketua Polis Negara dijernihkan lebih dahulu dan sebelum tuduhan serta fitnahan yang ditimpakan ke atas dirinya diterangkan kepalsuannya. Nabi Yusuf ingin keluar dari penjara sebagai orang yang suci bersih dan bahwa dosa yang diletakkan kepada dirinya adalah fitnahan dan tipu-daya yang bertujuan menutupi dosa isteri Ketua Polis Negara sendiri. Raja Mesir yang sudah banyak mendengar tentang Nabi Yusuf dan terkesan oleh takbir yang diberikan bagi mimpinya secara terperinci dan menyeluruh makin merasa hormat kepadanya, mendengar tuntutannya agar diselesaikan lebih dahulu soal tuduhan dan fitnahan yang dilemparkan atas dirinya sebelum ia dikeluarkan dari penjara. Hal mana menurut fikiran Raja menandakan kejujurannya, kesucian hatinya dan kebesaran jiwanya bahwa ia tidak ingin dibebaskan atas dasar pengampunan tetapi ingin dibebaskan karena ia bersih dan tidak bersalah serta tidak berdosa. Tuntutan Nabi Yusuf diterima oleh Raja Mesir dan segera dikeluarkan perintah mengumpulkan para wanita yang telah menghadiri jamuan makan Zulaikha dan terhiris hujung jari tangan masing-masing ketika melihat wajahnya. Di hadapan Raja mereka menceritakan tentang apa yang mrk lihat dan alami dalam jamuan mkn itu serta percakapan dan soal jawab yang mrk lakukan dengan Nabi Yusuf. Mrk menyatakan pesan mrk tentang diri Nabi Yusuf bahwa ia seorang yang jujur, soleh, bersih dan bukan dialah yang salah dalam peristiwanya dengan Zulaikha. Zulaikha pun dalam pertemuan itu, mengakui bahwa memang dialah yang berdosa dalam peristiwanya dengan Yusuf dan dialah yang menganjurkan kepada suaminya agar memenjarakan Yusuf untuk memberikan gambaran palsu kepada masyarakat bahwa dialah yang salah dan bahwa dialah yang memperkosa kehormatannya. Hasil pertemuan Raja dengan para wanita itu di umumkan agar diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan dengan demikian terungkaplah tabir yang meliputi peristiwa Yusuf dan Zulaikha. Maka atas, perintah Raja, dikeluarkanlah Nabi Yusuf dari penjara secara hormat, bersih dari segala tuduhan. Ia pergi langsung ke istana Raja memenuhi undangannya.
Sebagian ahli ilmu berkata, kata ( قال اجعلنى) , dalam surat yusuf ayat 55, terdapat dalil untuk diperbolehkan seseorang yang shalih bekerja untuk orang kafir atau orang yang berdosa jika tidak memberikan madharat pada agamanya, juga terdapat dalil untuk menyebut pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan ilmunya hingga pekerjaan yang dibebankan menjadi benar, ini bukan termasuk kedalam masalah, “janganlah kamu mensucikan diri kamu sendiri” juga bukan termasuk dalam menuntut kepemimpinan, Rasulullah SAW bersabda, “kami tidak akan memberikan pekerjaan ini bagi bagi orang yang menginginkannya” (H.R. Muslim)
Asbabul wurud : pada zaman Nabi Muhammad, Abu Dzar al-Ghifari pernah meminta kepada Rosul untuk menjadikan dirinya sebagai Amir. Namun Rasulullah tidak menjadikan Abu Dzar sebagai seorang pemimpin. Padahal dalam kacamata orang-orang, Abu Dzar termasuk orang yang rajin beribadah dan sangat taat kepada Allah. Tetapi Rasululluah tetap tidak menjadikan beliau sebagai Amir kala itu. Hal ini karena Abu Dzar tidak memiliki keterampilan dan keahlian untuk memimpin (tidak kompeten). Pertimbangan tersebut dipilih walaupun Abu Dzar termasuk orang yang taat beribadah dan dekat kepada Rasulullah. Rasulullah lebih mempertimbangkan pada kemampuan seseorang untuk mengurusi rakyatnya.
انى حفيظ عليم                                                                                                      
“sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”
    Menjaga apa yang dikuasakan kepada ku untuk mengaturnya serta berpengalaman dalam urusan administrasi.
Dari tafsiran surat Yusuf, yang perlu digaris bawahi adalah  yusuf memaparkan keistimewaan-keistimewaan peribadi dan keilmuan yang akan mendukung jabatanya. Dia (yusuf) bukan saja seorang ahli ibadah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi juga memiliki pengalaman mengenai masalah keuangan, tahu bagai mana menghasilkan dan bagaimana membagikan.
Ia membiarkan dirinya menuntut jabatan, karna dia tahu bahwa tidak ada orang yang lebih berhak. Merupakan suatu kemaslahatan bersama, jika suatu jabatan diberikan kepada yang mampu dan dapat dipercaya, bukanya ditangan yang lemah dan tidak dipercaya.
Artiya; Ketika seseorang ingin mencalaonkan diri untuk menjadi Amir atau pejabat Negara, harus disertai dengan peribadi yang bagus dan keilmuan yang cukut, dalam mendukung pekerjaan yang diberikan kepadanya, serta memiliki pengalaman sesuai dengan jabatan ia duduki.
Dan dalam Tafsira Tematik Dalam Al-Quran, surut yusuf : 55, karangan Syeikh Muhammad al-Ghazali, dijelaskan ketika seseorang mampu dan cakap dalam suatu pemerintaha ia dibolehkan menuntutn jabatan, dalam artinya tidak ada niat yang buruk didalamnya dan semata-mata demi kemaslahatan bersama.
Penjelasan surat An-Najm yat : 32
الذين يجتنبون كبئر الاثم والفوحش                                                                               
 “(yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji”
    Di dalam ayat ini, Allah menjelaskan bentuk perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang yang berbuat baik kepada diri mereka ketika mereka telah membersihkannya dengan iman dan amal shalih dan tidak mengotorinya dengan dosa-dosa besar, yaitu setiap dosa yang pelakunya diancam dengan neraka, laknat, dikenai hukuman atau murka Allah. Adapun contoh perbuatan keji diantaranya berzina, homoseksual, dan kikir.
Kalimat, “Orang-orang yang menjauhi…” adalah kalimat keterangan untuk orang-orang yang berbuat baik yang tercantum pada ayat sebelumnya. Maksudnya: mereka berbuat baik dengan melakukan perbuatan wajib dan menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan jelek sehingga jiwa mereka tidak kotor lagi, setelah dibersihkan dengan amalan-amalan yang shalih.
الا اللمم                                                                                                            
“kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sunggguh, Tuhanmu Maha luas ampunan-Nya.”
Artinya: kesalahan-kesalahan kecil akan dimaafkan oleh Allah, yaitu dosa yang pernah diperbuat oleh seseorang kemudian ia bertaubat, atau dosanyang telah dilakukan seseorang di masa Jahiliyah, sebelum ia masuk Islam. Diantara dosa-dosa kecil yaitu pandangan, perkataan atau lemparan. Hal ini telah ditafsirkan oleh Rasulullah SAW :
ان الله كتب على ابن ادم حظه من الرنا, ادر كه ذلك  لا محالة: فزنا العينين النظر, وزنا اللسان المنطق, والنفس تتمنى وتشتهي, والفرج يصدق ذلك او يكذب                                                            
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kepada anak Adam dosa zina, dan ia tidak bias mengelaknya. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah ucapan dan zina hati adalah berangan-angan dan menginginkannya sedangkan kemaluanlah yang akan membenarkan atau mendustakanya.”
Ibnu Abbas, dia berkata, yang dimaksud (kesalahan-kesalahan kecil) yaitu, seorang laki-laki yang melakukan dosa lalu ia meninggalkanya. Lalu Ibnu Abbas membawakan sebuah syair seraya berkata,
ان تغفر اللهم تغفر جما, واي عبد لك ما الما                                                                     
Yang artinya: Wahai Allah, jika Engkau memberikan ampunan, niscaya Engkau akan mengampuni semuanya, dan hamba-Mu yang manakah yang tidak pernah berbuat dosa.
هو اعلم بكم اذ انشاكم من الارض واذ انتم اجنة فى بطون امهتكم                                              
“Dia mengetahu tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. ”
Allah Maha tahu akan kelemahan, insting, kebutuhan dan ketidak berdayaan kita dari pada diri kita sendiri. Oleh sebab itu, Dia memaafkan kita semua dari dosa-dosa kecil yang telah kita lakukan karena sifat ketidak berdayaan dan kelemahan kita. Segala puji dan karunia hanya milik-Nya.
Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang. Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber¬pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab¬kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-¬jemarinya berbelepotan darah. Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?”

Orang-orang berkata kepadanya: “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.”
   
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil yang belum pernah merasakan manisnya ilmu dan tidak pernah membekali dirinya dengan pengetahuan, penelitian, dan penguasaan terhadap masalah-¬masalah agama. Dia hanya melakukan ibadahnya menurut tata cara yang dibuat-buatnya sendiri tanpa ada dalil, baik dari syari’at maupun agama.

Perhatikan QS. AL-HADJlD (57): 27, yang artinya:
“Dan mereka mengada-adakan kerahiban, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-¬adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak meme¬liharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. “

Sesungguhnya agama itu bila tidak dibarengi dengan cahaya hidayah dan ilmu, sama dengan kesesatan dan bid’ah yang bertumpang-tindih antara yang satu dan yang lainnya. a pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.

Rahib tersebut mengharamkan kepada dirinya sendiri: daging, makanan yang baik, pakaian yang baik, dan kawin, padahal Allah tidak mengharamkan semuanya itu atas dirinya. Dia lakukan hal tersebut karena kejahilannya tentang maksud Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun keluar menyambutnya.

Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”

Sambutan ini jelas bukan tata cara yang biasa digunakan oleh para ulama dan para da’i yang menghendaki hidayah bagi manusia, karena pintu Allah selalu terbuka; pemberiannya senantiasa datang dan pergi; pahala-Nya dianugerahkan; tangan kekuasaan¬Nya senantiasa terbuka pada malam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa pada siang harinya, dan senantiasa terbuka pada siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdo’a pada malam harinya, hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya (hari Kiamat).

Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem¬bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”

Rahib yang jahil itu spontan menjawab: “Tiada taubat bagimu!”
Mahasuci Allah, apakah engkau menutup pintu yang selalu dibuka oleh Allah? Apakah engkau memutuskan tali yang telah dijulurkan oleh Allah? Apakah engkau mencegah hujan yang telah diturunkan oleh Allah? Apakah engkau menutup jalan masuk yang telah dibuat oleh Allah?

Padahal Allahlah yang menciptakan; Allahlah yang telah menetapkan; Allahlah yang memberikan ampunan; Allahlah yang menghisab; dan Allahlah yang berbisik kepada seorang hamba pada hari yang tiada bermanfaat lagi harta benda dan anak-anak, kecuali orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih, lalu Allah menyuruhnya mengakui dosa-dosanya, kemu¬dian Allah mengampuninya jika Dia menghendaki. Maka apakah urusanmu, hai rahib, sehingga engkau ikut campur dalam urusan antara para hamba dan Tuhannya?

Apakah engkau memang seorang yang ahli untuk memberi fatwa dalam masalah ini? Bukan, engkau bukanlah seorang yang ahli dalam bidang ini. Hal ini hanya bisa ditangani oleh para ulama yang mengamalkan ilmunya lagi mengetahui tujuan syari’at-Nya.

Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.

Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya¬kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.

Ia bertanya kepada mereka: “Masih adakah jalan untuk ber¬taubat bagiku?”

Mereka menjawab: “Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan.”

Sehubungan dengan pengertian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan¬nya melalui ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya:

Dalam QS. AZ-ZUMAR (39): 9, yang artinya:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Dalam QS. AL-¬MUJAADALAH (58): 11, yang artinya:
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. “

Dalam QS. AL-ANKABUUT (29): 49
“Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. “
Dalam QS. ALI ‘IMRAN (3): 18, yang artinya:
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). “
Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajari generasi dan mendidik umat.

Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: “Apakah keperluanmu datang kemari?”

Ia menjawab: “Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?”

Orang alim itu balik bertanya: “Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus.”

Ia berkata: “Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.”

Orang alim berkata: “Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu.”

Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen¬tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya¬rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba.”

“Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat.”

Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.

Dalam QS. QAAF (50): 19, yang artinya:
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallooh, lalu meninggal dunia. Dia belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, tetapi dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.

Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: “Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami.”

Malaikat adzab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami.”

Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.

Malaikat yang baru berkata kepada mereka: ”Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik.”

Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin¬tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.

Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

فلا تزكوا انفسكم                                                                                                   
“maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.”
Allah telah melarang orang-orang yang beriman menganggap sok suci dirinya sendiri, seperti  membanggakan diri, sedangkan sikap membanggakan diri itu termasuk amalan yang bias menghapus amalan yang lain, seperti halnya riya dan syirik. Maka Allah berfirman, “maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.” Artinya, janganlah kalian memberikan persaksian pada diri kalian bahwa diri kalianlah yang suci dan bersih dari dosa dan maksiat.
Ayat ini merupakan dalil tentang larangan (makruh) seseorang menganggap suci diri sendiri atau menganggap suci orang lain. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi tidak suka melihat para sahabat menamakan seseorang dengan nama “Barrah” kemudian beliau membaca ayat. “Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci.” Lalu beliau bersabda, “Namailah ia Zainab” dan dalam hadits shahih lain disebutkan: bahwa beliau mendengar seorang laki-laki memuji temannya, lalu beliau bersabda, “Celakalah kamu, kamu telah memotong leher saudaramu!” Beliau mengatakannya berkali-kali. Jika seorang diantara kalian terpaksa harus memuji saudaranya, maka katakanlah,
احسب فلانا والله حسيبه, ولا ازكي على الله احدا, احسبه كذا وكذا                                             
“Aku mengira si fulan (begini) dan Allah-lah yang mengetahuiya, dan aku tidak mnganggap suci seseorang, aku hanya mengira si fulan begitu dan begini” Imam Muslim meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Utsman lalu ia memujinya (di hadapan Utsman). Maka Al-Miqdad bin Al-Aswad menaburkan debu ke mukanya seraya berkata, “Rasulullah telah memerintahkan kami untuk menaburkan debu kewajah orang-orang yang suka memuji orang lain.”
هو اعلم بمن اتقى                                                                                                   
“Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa”  
Allah lah yang Maha tahu dengan orang yang bertakwa dari pada diri kalian. Orang tersebut takut akan siksa-Nya, mengerjakan perbuatan-perbuatan yang wajib dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang haram karena karunia dari kamu dan usaha dari orang yang bertakwa itu sendiri. Oleh karena itu, janganlah memuji diri kalian sendiri di hadapan Allah, karena Allah Maha tahu dari pada diri kalian sendiri
Ada tarik ulur antara Ayat 55 surat yusuf dan ayat 32 surat al-najam, dimana didala surat al-najam membahas kedekatan seorang pemimpi dengan maha pencipta (Allah), jadi ketika seseorang menjadi pemimpin jangan melupaka Agama dan Allah, karena yang mengatur segala sesuatunya. Karna, hidupan, mati, rizki, jodoh sudah ditentukan oleh Allah dilauhil mahfuz.
Jadi, ketika seseorang mencalaonkan diri untuk menempati kursi didalam pemerintahan hendaklah mengetahui terlebih dahuli system yang ada dalam pemerintahan tersebut. Dan tidak semata-mata karna keinginan yang kuat dikarnakan harta dan nama tanpa didasari oleh pengetahuan yang cukup sehingga menjadi pemimpin yang zolim dan lupa akan daratan.
Demokrasi adalah salah satu contoh system yang ada di dunia ini, demokrasi merupakan gabungan antara “demos” yang artinya rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan, yang secara harfiah berarti kekuasaan ditangan rakyat. ketika seorang pemimpin mencalonkan diri didalam system Demokrasi harus dipilih rakya, rakyatpun akan memilih pemimpin sesuai dengan apa yang mereka inginkan, keinginan rakyat tidak jauh dengan apa yang sudah dijelaskan diatas yaitu : pemimpin yang jujur, berbudi luhur, mensejahtrakan rakyat, dan lain-lainya.
Begitupun sama dengan system pemerintahan di Negara-negara lain tidak jauh berbeda, seseorang yang ingin mencalonkan diri harus memiliki ilmu, jujur, cerdik, dan lain-lainya.
Adapun pemimpin wanita didalam suatu pemerintahan, akibat persamaan jender ada yang membolehkan dan ada yang tidak, namun saya sendiri mengikut yang tidak membolehkan :
Sebagai mana bunyi surat Al-Baqoroh ayat : 30
واذ قال ربك للملئكة اني جاعل فى الارض خليفة                                                                

Yang perlu ditan dai adalah lafdu (خليفة  ) kholifah, yang diman Allah menciptakan Nabi Adam sebagi pemimpin dimuka bumi ini jadi hendaklah seorang pemimpin dari golongan Adam (laki-laki).
Sebagimana Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I dan Mazhab Hambali. yang tidak membolehkan sorang wanita menjadi pemimpi dasarnay surat An-nisa ayat 34, dan didukung dengan hadis Nabi SAW yang artiny : tidak akan beruntung suatu masyarakat yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. (H.R Bukhari)

PENUTUP
Penjelasan mengenai bagai mana syarat seorang pemimpin dalam tafsir Surat Yusuf ayat 55 dan Surat An-Najm ayat 32. Semoga dapat menjadi cerminan kita semua, ketika kita ingin menyalaonkan diri maupun ketika kita akan menjadi pemimpin keluarga, masyarakat maupun Negara dimanapun kita berada.
    Semoga dengan ini kita sekalian mengerti sedik mengenai apa, bagaiman, siapa dan apa yang harus dilakukan kelak ketika menjadi seorang pemimpin baik di Negara Muslim maupun di Negara Non Muslim.

DAFTAR PUSTAKA
•    Syeikh Muhamad Ghazali, tafsir tematik dalam Al-Qur’an, Jakarta, gaya media pratama, 2004
•    Ali, Sa’id bin Wahf Al Qohhoni, selamat tinggal umatku: cet.1, Jakarta, perisai Qur’an, 2011
•    Sopyan, Yayan, tarikh tasyri’ sejarah pembentukan hokum islam, depok,  gramata publishing, 2010
•    Tafsir Al-aisar
•    Al-Qur’an; no.158, th. 1987-no. 0543, th. 1987, Jakarta, cahaya Qur’an,20106

Tidak ada komentar:

Posting Komentar