Jumat, 25 Mei 2012

Pembagian (Al-Qismah) menurut Imam Madzhab


Allah Swt. berfirman :          
                 
و اذا حضر القسمة اولوا القربى و اليتمى و المسكين فارزقوهم منه
“Dan jika pada waktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu” (QS. An-Nisa : 8)

Allah Swt. berfirman :

ممّا قلّ منه او كثر نصيبا مفروضا
“Dari bagian yang sedikit atau banyak, sebagai bagian yang diwajibkan” (QS. An-Nisa : 7)

Dan Rasulullah Saw. bersabda :

ايّما دار قسمت فى الجاهليّة فهى على قسم الجاهليّة. وايّما ددار ادركها الإسلام و لم تقسم فهى على قسم الإسلام
“Setiap rumah yang dibagi pada masa jahiliyah, maka pembagian rumah itu berdasarkan pembagian masa jahiliyah. Dan setiap rumah yang belum dibagi hingga mencapai masa Islam, maka pembagian rumah itu berdasarkan pembagian Islam”

Macam-macam Pembagian
Pembagian dibagi menjadi 2 bagian :
  • Pembagian harta-harta pokok.
  • Pembagian manfaat harta-harta pokok.
Pembagian harta pokok yang tidak ditakar atau tidak pula ditimbang, secara garis besar dibagi menjadi 3 macam :
  • Pembagian undian sesudah dinilai dan disbanding.
  • Pembagian suka sama suka sesudah dinilai dan dibanding.
  • Pembagian suka sama suka tanpa dinilai dan disbanding.
     Mengenai barang yang ditakar dan ditimbang, pembagiannya adalah dengan takaran dan timbangan.

Macam-macam harta pokok dibagi menjadi 3 macam :
  • Barang yang tidak dapat dipindahkan dan tidak pula diubah-ubah, seperti rumah dan pohon.
  • Barang yang dapat dipindahkan dan diubah-ubah, dan ini dibagi pula menjadi dua macam : (a) kadang tidak ditakar dan ditimbang. (b) dan kadang ditakar dan ditimbang.
Pembagian yang Mengakibatkan Perubahan Manfaat
     Fuqaha berselisih pendapat tentang apabila barang tersebut dibagi kemudian manfaatnya berubah menjai manfaat lain, seperti kamar mandi.
     Imam Malik perpendapat bahwa barang tersebut dibagi jika salah seorang peserikat menuntut demikian. Asyhab juga berpendapat demikian.
     Inbu Qasim berpendapat bahwa barang tersebut tidak dibagi. Ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i.

Fuqaha yang melarang pembagian beralasan dengan sabda Nabi Saw. :

لا ضرر ولا صرار
“Tidak ada keraguan dan tidak ada hal-hal yang menyebabkan kerugian”

Sedang fuqaha yang membolehkan pembagian beralasan dengan Firman Allah Swt. :

ممّا قلّ منه او كثر نصيبا مفروضا
“Dari bagian yang sedikit atau banyak, sebagai bagian yang diwajibkan” (QS. An-Nisa : 7)

Fuqaha yang tidak mengadakan pembagian antara lain beralasan dengan hadits Nabi Saw. :

لا تعضية على اهل الميراث الاّ ماحمل القسم
“Tidak ada pembagian atas hal waris kecuali apa yang dapat dibagi”

     Kata ta’dhiyah dalam hadits ini bermakna pemisahan atau pembagian. Jabir berkata, “Tidak ada pembagian diantara mereka”.
     Imam Malik berpendapat bahwa, jika terdiri dari satu kualitas. Maka tempat-tempat tersebut dibagi berdasarkan penilain (taqwim), penyamaran (ta’dil), dan undian (sahmah). Imam Malik beralasan bahwa cara pembagian yang dikemukakannyabitu lebih sedikit kerugian yang ditimbulkannya atas para serikat dibanding jika melalui pembagian pertempat.
     Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa tiap-tiap tempat justru dibagi sendiri-sendiri. 

Syarat Pembagian Tanah
     Para pengikut Imam Malik berbeda-beda dalam tiga pendapat apabila tanah-tanah tersebut berbeda-beda kualitasnya tetapi sama pasarannya meskipun saling berjauhan tempat.
Namun, pihak lain yang beralasan bahwa tiap-tiap itu memiliki kedudukan sendiri-sendiri karena masing-masingnya berkaitan dengan syuf’ah.
     Berbeda halnya jika tempat-tempat tersebut berbeda-beda kualitasnya, seperti jika sebagiannya ada rumah padanya, dan sebagian lainya ada kebun-kebun atau tanah, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa barang-barang tersebut boleh dikumpulkan dalam pembagian melalui undian.

Syarat Pembagian Kebun
     Syarat pembagian kebun-kebun yang berbuah adalah tidak boleh membagi kebun-kebun tersebut bersama buah-buahnya manakalan buah-buah tersebut sudah Nampak kebaikannya. Pendapat ini disepakati oleh Madzhab Maliki. Karena, pembagian seperti itu berarti menjual makanan dengan makanan di atas pohon, dan ini adalah Muzabanah.
     Mengenai pembagian buah sebelum Nampak kebaikannya, dikalangan pengikut Imam Malik masih diperselisihkan.
     Ibnu Qasim berpendapat bahwa pembagian sebelum dilakukan pembuahan (al-ibbar) tidak boleh sama sekali. Alasannya bahwa cara seperti itu termasuk bab menjual makanan dengan makanan dengan pelebihan.
Imam Malik tidak membolehkan pembagian sesudah dilakukannya pembuahan kecuali jika salah satu pihak mengajukan syarat kepada pihak lain mengajukan syarat kepada pihak yang lain bahwa buah-buah yang terdapat pada bagiannya termasuk dalam pembagian, sedang buah-buah yang tidak termasuk dalam bagiannya dibagi bersama. Ia mengemukakan alasan bahwa pembeli itu dapat mensyaratkan buah-buahan sesudah pembuahan, tetapi tidak boleh sebelum pembuahan.

Cara Pembagian Melalui Undian
     Pembagian melalui undian adalah bagian-bagian tertentu (menurut ilmu fara’id) itu dibagi, diteliti, kemudian dikalikan, yakni pada bagian masing-masing tedapat pecahan hingga bagian-bagian itu menjadu genap. Tempat dan tiap-tiap macam tanamannya dinilai, lalu dipersamakan dengan bagian harga bagian yang terkecil. Karena, boleh jadi satu bagian dari tiga bagian pada suatu tempat itu dipersamakan dengan nilai semua tanah dan bagian-bagiannya pada tempat lain.
     Jika pembagian diperlukan dengan  cara tersebut dan diadakan pertimbangan-pertimbangan, maka dituliskah di atas kartu-kartu nama para peserta dan nama-nama arah (yang menunjukan barang). Maka siapa yang namanya keluar dari satu arah, ia mengambil barang yang ada padanya. Satu pendapat mengatakan bahwa nama-nama peserta itu dilemparkan ke atas nama-nama arah. Maka siapa yang namanya keluar pada suatu arah, ia mengambil barang darinya.
     Jika bagiannya lebih banyak dari barang yang terdapat pada arah tersebut, maka bagian pada arah tersebut dilipatkan sehingga genaplah bagiannya.

Allah Swt, berfirman :

فساهم  فكان من المدحضين
“Kemudian ia (Nabi Yunus) ikkut berundi lalu ia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian” (QS. Ash-Shaffat : 141)

Allah Swt. berfirman :

وماكنت لديهم اذ يلقون اقلا مهم ايّهم يكفل مريم
“Padahal engkau (Muhammad) tidak hadir bersama mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapakah diantara mereka yang akan memelihara Maryam” (QS. Ali-Imran : 44)

Dari Rasulullah Saw. bersabda :

انّ رجلا اعتق ستّة اعبد عند موته, فأسهم رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بينهم فأعتق ثلث ذلك الرّقيق
“Sesungguhnya seorang lelaki hendak memerdekakan enam orang hamba sahaya pada saat kematiannya, maka rasulullah Saw. mengadakan undian diantara mereka. Lalu orang tersebut memerdekakan sepertiga dari hamba-hamba itu”

Hewan dan Barang Bergerak
     Fuqaha telah setujuh mengenai ketidak bolehan pembagian terhadap hewan dan barang bergerak (al-‘arudh), karena adanya kerusakan yang diakibatkannya. Namun, mereka berselisih pendapat apabila kedu perserikat bersengketa tentang barang atau hewan yang satu, dimana keduanya tidak suka memakan bersamaan, kemudian salah satunya hendak menjual bagiannya kepada kawannya.
     Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat bahwa ia dipaksa atas pemakain bersama. Jika salah satunya hendak mengambil barang dengan harga yang ditentukannya, maka ia bisa mengambilnya. Alasanya, bahwa jika tidak dilakukan pemaksaan, maka akan mendatangkan kerugian, dan ini termasuk dalam Qiyas Mursal.
     Golongan ahiri berpendapat bahwa ia tidak boleh dipaksa atas demikian, kerena menurut aturan pokok, milik seseorang itu tidak dapat keluar dari tangannya kecuali berdasarkan dalil dari AlQur’an dan As-Sunnah, atau Ijma’.
     Berbeda halnya jika barang tersebut lebih dari satu maka fuqaha telah sependapat bahwa barang-barang tersebut dapat dibagi berdasarkan suka sama suka. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai pembagian tersebut berdasarkan pertimbangan dan undian.
Imam Malik dan pengikutnya membolehkan pembagian tersebut pada satu macam barang. Tetapi Abdul Aziz bin Abu Salamah dan Ibnu Majasyun melarang.

Hukum Pembagian
     Mengenai barang yang ditakar dan ditimbang, fuqaha telah sepakat tentang tidak bolehnya dilakukan undian padanya kecuali apa yang diceritakan dari Al-Lakhami.
Mengenai barang yang ditakar, terkadang juga berupa satu shubrah (yakni pembagian yang ditukar atau ditimbang) atau dua shubrah lebih. Jika terdiri satu macam, maka pembagiannya terkadang didasarkan atas perimbangan dengan menggunakan takaran atau timbangan manakah salah satu perserikat mengajak demikian.
     Tidak diperselisihkan lagi mengenai kebolehan pembagian tentang berdasarkan suka sama suka dengan pelebihan, baik pada makanan ribawi atau bukan, yakni barang yang tidak boleh terjadi pelebihan padanya. Dan pelebihan itu boleh terjadi dengan timbangan yang diketahui dan yang tidak diketahui. Sedangkan pembagian yang hanya berdasarkan taksiran saja tanpa ditakar atau ditimbang, maka tidak boleh.
  
Refrensi
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, Jilid 4, th. 1995.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar