Kamis, 10 Mei 2012

Sejarah KUHPidana

   A.    ARTI HUKUM PIDANA
Dalam kamu bahasa Inggris arti kata Hukum adalah Law. Kata Law dalam bahasa Inggris didefinisikan dalam kamus Oxford sebagai “All the rules established by authority or custom for regulating  the behavior of members of a community or country”
Artinya: semua peraturan yang ditetapkan oleh otoritas atau kustom (kebiasan) untuk mengatur perilaku anggota komunitas atau Negara.
Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepadaseorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Tentunya alasan melimpahkan pidana ini, selayaknyaada hubungan dengan suatu keadaan, yang di dalamnya seorang oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik.
Jadi, Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht. KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.

   B.    FUNGSI (TUJANA) HUKUM PIDANA
Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fungsi yang umum
Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat;
2. Fungsi yang khusus
Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memper-kosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau seba-gai „pedang bermata dua‟, yang bermakna bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum (misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum pidana adalah subsidair, artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai bagian dari hukum publik hukum pidana berfungsi:
1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan-perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut
Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam, yaitu:
a. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dan lain sebagainya;
b. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappe-lijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain sebagainya;
c. Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya ke-pentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara saha-bat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya, dan sebagainya.
2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara men-jalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum
Dalam mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, dilakukan oleh negara dengan tindakan-tindakan yang sangat tidak menyenangkan, tindakan yang justru melanggar kepentingan hukum pribadi yang mendasar bagi pihak yang bersangkutan, misalnya dengan dilakukan penangkapan, penahanan, pemerik-saan sampai kepada penjatuhan sanksi pidana kepada pelakunya. Kekuasaan yang sangat besar ini, yaitu kekuasaan yang berupa hak untuk menjalankan pidana dengan menjatuhkan pidana yang menyerang kepentingan hukum manusia atau warganya ini hanya dimiliki oleh negara dan diatur di dalam hukum pidana itu sendiri terutama di dalam hukum acara pidana, agar negara dapat men-jalankan fungsi menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana dengan sebaik-baiknya.
3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.
Kekuasaan negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan melindungi kepentingan hukum itu dapat membahayakan dan menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak sewe-nang-wenang jika tidak diatur dan dibatasi sedemikian rupa, sehingga pengaturan hak dan kewajiban negara mutlak diperlukan. 

   C. HUBUNGAN HUKUM PERDATA DENGAN ILMU LAIN
Hukum pidana adalah teori tentang aturan-aturan atau norma-norma hukum pidana. Dalam ruang lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan disiplin hukum pidana sebenarnya mencakup ilmu hukum pidana, politik hukum pidana,dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum pidana mencakup beberapa cabang ilmu,ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu sosial dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika hukum pidana serta ilmu tentang kenyataan.
Politik hukum pidana
mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai untuk mencegah terjadinya delikuensi dan kejahatan.
       Filsafat hukum pidana
pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum pidana,berusaha merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan, tetapi yang mungkin bertentangan.Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang mencakup kaidah-kaidah dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk mengadakan analisis dan sistematisasi kaidah-kaidah hukum pidana untuk kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga berusaha untuk menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan secara sistematis.
       Sosiologi hukum pidana
memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya peraturan-peraturan pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat.Oleh karena itu ruang lingkup sosiologi hukum pidana sebagai berikut:
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga masyarakat.
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi.
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana.
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum.
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama polaprilakunya.
          Kriminologi
merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan kejahatan, sebagai suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses terjadinya hukum pidana, penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya, dan reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup tiga bagian pokok yaitu:
  a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-kondisi tempat hukum pidana berlaku.
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap sebab-sebab terjadinya kejahatan.
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap kejahatan.Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini nampakadanya hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa keduanya sama-sama bertemu dalam kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku yang diancampidana. Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya. Objek hukum pidana menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma hukum pidana yang berlaku. Sedangkan objek kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan manusia-manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek ilmu itu tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana dan kejahatan sebagai objek kriminologi. Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat mengancam tata tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan sebagai suatu gejala sosial yang melibatkan individu sebagai manusia. Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar ketentuan hukum pidana disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi melihat bahwa perbuatan bertentangan dengan hati nurani manusia disebut kejahatan. Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsurkesalahan dan unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki dua dimensi, yaitu faktor motif (mental, psikologi, penyakit, herediter) dan faktor sosialyang memberikan kesempatan bergerak. Hukum pidana menekankan pada pertanggung jawaban, sedangkan kriminologi menekankan pada accountability apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkan pada pelaku, juga cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur kesalahan tidak relevan.Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut.
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang memberikan kedudukkan penting bagi kepribadian penjahat dan menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya (ukuran) pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang-orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-perspektif dan pengertian-pengertiannya. Kriminologi terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale science sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi tidak tergantung pada perspektif-perspektif dan nilai-nilai hukum pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi. Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.

 D. SEJARAH BERLAKUNYA KUHP
Sejarah mencatat bahwa kerajaan Romawi mempunyai peradaban sangat tinggi di masanya, entah hasil karya orang Romawi sendiri atau dari sari-sari pengetahuan negara jajahannya tidak menjadi pokok masalah kali ini. Maka tidak mengherankan apabila pada masa itu Kerajaan Romawi telah mempunyai hukum dan peraturan yang berlaku bagi warganya. Salah satu wilayah yang pernah menjadi warganya (terjajah) adalah negara Perancis, maka warga Perancis juga harus menggunakan hukum yang berasal dari kerajaan Romawi.
Setelah zaman kerajaan berakhir dan Perancis membentuk negara sendiri, pada tanggal 21 Maret 1804 hukum di negara Perancis dikodifikasikan dengan nama Code Civil des Francais. Kemudian tahun 1807, kodifikasi ini diundangkan lagi dengan nama Code Napoleon.
Sewaktu Perancis menduduki Belanda, Code Napoleon ini berlaku pula sebagai kitab undang-undang resmi di negara Belanda. Setelah merdeka dan Perancis meninggalkan negaranya, Belanda juga mengkodifikasi hukum yang berasal dari Code Napoleon dan Hukum Belanda Kuno. Pada tahun 1838, pemerintah kerajaan Belanda telah mengkodifikasikan BW (Bugelijk Wetboek) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil dan WvK (Wetboek Koophandel) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Selanjutnya, masa penjajahan berpindah ke Indonesia. BW dan WvK oleh pemerintahan Hindia Belanda ditiru dengan asas konkordansi (sesuai pasal 75 Regerins Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling) di Indonesia. Sehingga pemerintahan Hindia Belanda kala itu mengodifikasikan keduanya dan menyusun KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Pada masa penjajahan Jepang, Jepang tidak membawa hukum baru bagi negara jajahannya. Pemerintah Militer Jepang mengeluarka UU No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 menetapkan bahwa semua undang-undang, di dalamnya termasuk KUHPer Hindia Belanda, tetap berlaku sah untuk sementara waktu.
Setelah proklamasi kemerdekaan yang mendadak, Pemerintah Indonesia belum membuat peraturan hukum yang baru mengenai hukum perdata dan pidana. Oleh sebab itu, setelah merdeka Indonesia masih menggunakan Hukum zaman Hindia Belanda yang dikodifikasikan. Sesuai UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang.” Setelah itu, baik ketika RIS (sesuai Pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS), kembali dengan bentuk NKRI dengan UUDS 1950nya (Pasal 142 ketentuan peralihan), kembali ke UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia masih memberlakukan KUHPer zaman Hindia Belanda yang disesuaikan sedikit demi sedikit hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:

Posting Komentar