Senin, 28 Oktober 2013

Hukum Perdata Islam di Indonesia



A.    Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum Perdata Islam adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan serta ekonomi syari’ah.
(Pasal 49 UU No.7/`89 jo UU no 3/`06)

B.     Sejarah Belakunya Hukum Perdata Islam di Indonesia
1.      Hukum Islam Pada Masa Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantara
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna, mencakup masalah mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan). Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan Islam Nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada masa jauh sebelum penjajahan Belanda, hukum islam menjadi hukum yang positif di Nusantara.

Minggu, 27 Oktober 2013

Perintis dan Peletak Sosiologi Hukum



Banyak sekali perintis sosiologi hukum karena sosiologi hukum ini timbul dengan serta-merta dalam penyelidikan sejarah dan etnografi yang berkenan dengan hukum, dan juga dalam penyelidikan di lapangan hukum yang sekaligus mencari tujuan lain, seperti menciptakan suatu idaman sosial (social ideal), atau suatu fiilsafat hukum yang bersifat mekanis, realistis atau relativistis, atau diskusi bersifat teknis mengenai sumber-sumber hukum.
Sudah barang tentu, sosiologi hukum yang serta-merta ini, sebagai lawan sosiologi hukum yang metodis, biasanya tidak menyinggung lebih dari satu masalah tersebut (karena sifat karyanya yang di dalamnya sosiologi itu muncul). Kita mendapatkan para pengarang itu hanya meneliti masalah-masalah asal hukum semata-mata atau mengenai hubungan antara kenyataan sosial hukum dan fenomena sosial lainnya, atau mengenai tipologi hukum dari kelompok yang sering terbatas pada bentuk kenegaraan saja, padahal ini salah. Interdependensi (hal saling bergantung) antara bagian cabang ilmu ini setidaknya belum pernah ditinjau dalam pembahasan atau diskusi itu.

Pengertian Welfare State



Welfare state adalah negara kesejahteraan, konsep ini muncul menggantikan konsep legal state atau Negara penjaga malam.[1]
Rakyat di negara-negara tersebut menikmati pelayanan dari negara di bidang kesehatan dengan program asuransi kesehatan, sekolah gratis, sampai sekolah lanjutan atas bahkan di Jerman sampai universitas, penghidupan yang layak dari sisi pendapatan dan standar hidup, sistem transportasi yang murah dan efisien, dan orang menganggur menjadi tanggungan negara.
Semua layanan negara tersebut sebenarnya dibiayai sendiri oleh masyarakatnya yang telah menjadi semakin makmur, melalui sistem asuransi dan perpajakan, dengan orientasi utamanya mendukung human investment.

Jumat, 19 April 2013

Hukum Waris Islam di Indonesia


 
Latar Belakang
Hukum kewarisan islam pada dasarnya berlaku untuk umat islam dimasa mana saja didunia ini. Sekalipun demikian, corak suatu Negara islam dan kehidupan masyrakat Negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan didaerah itu. Pengaruh itu terbatas pada perkara yang bukan merupakan hal pokok  dalam ketentuan waris.
Khusus hukum kewarisan Islam di Indonesia, ada beberapa perbedaan dikalangan para fuqaha yang pada garis besarnya terbagi menjadi dua golongan, yaitu: pertama, yang lazim disebut dengan madzhab sunny (madzhab Hanafi,Maliki, Syafi' i, dan Hambali) yang cenderung bersifat patrilineal dan kedua, ajaran Hazairin yang cenderung bilateral.
Dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia selanjutnya lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI), setelah eksistensi Peradilan Agama diakui dengan hadirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Senin, 01 April 2013

Subjek Hukum Orang dan Lembaga



PENDAHULUAN
Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah misalnya perlu membeli barang atau jasa (government procurement) dalam rangka menjalankan fungsinya sehari-hari. Barang atau jasa yang dibutuhkan dari yang sederhana seperti alat tulis kerja, sampai dengan pembeliaan pesawat udara, Pembangunan Gedung dan jembatan ataupun juga peralatan perang guna menunjang pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan jasa yang dibutuhkan oleh pemerintah dapat berupa jasa konsultansi, dan lain-lain.
Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Dalam pembagiannya subjek hukum Perdata terdiri atas manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam perkembangannya, ternyata pemerintah yang adalah lembaga publik dapat juga melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapat dibuktikan dengan terlibatnya pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa. Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum.

KETENTUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA


A.    PENDAHULUAN
“Jika ada pertemuan pasti ada yang namanya perpisahan”, pribahasa itulah yang hampir kerap kali kita dengar dari setiap orang. Tidak lepas dari pribahasa itu ialah perkawinan atau pernikahan. Dalam perkawinan seseorang pasti akan merasakan yang namanya perpisahan, baik melalui proses alamiah ataupun sebab mempertahankan hak-hak insaniah.
Pada dasarnya perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal. Hal inilah yang menjadi dambaan dan tujuan utama setiap orang dalam menempuh bahtera rumah tangga yang diikat oleh oleh suatu akad yang namanya perkawinan.
Akan tetapi pada kenyataannya hal itu sulit dan tidak sepenuhnya bisa dialami, sebagaimana yang dikatakan dalam peribahasa diatas, sehinga perpisahan atau dalam hal ini disebut bubarnya perkawinan pasti tidak dapat dihindari oleh setiap pasangan suami istri. Oleh karena itu pemerintah melalui hukumnya membahas dan mengatur masalah ini demi tercipta dan terlaksananya kehidupan yang harmonis, dan dengan hal ini pula pemakalah akan mencoba untuk membahasnya mengenai perkawinan yang ada di Indonesia ini.

Kamis, 28 Maret 2013

Pengertian As-Sunnah



A.    LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai seamakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang as-sunnah mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan umat Islam maupun dikalangan non Islam.
Urgensi as-sunnah masa kemasa sekarang paling tidak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan ekternal. Dengan sisi internal dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya yang berada dalam lingkungan umat Islam itu sendiri, sedangkan sisi ekternal yang dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya diluar kalangan Islam.

Pengertian Ijma

A. Latar Belakang
Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi dibawah dalil-dalil Nas (Al-Qur’an dan Hadits) ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’
Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma’ itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al Hadits, mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu sendiri (Al-Qur’an dan Hadits).
Ijma’ muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.
“Khalifah Umar Ibnu Khattab ra. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah disepakati.
Terkait dengan ijma’ ini maka dari itu kami penulis akan membahas tentang ijma’ dan dirumuskan dalam rumusan masalah dibawah ini.

Jumat, 22 Maret 2013

KB (Keluarga Berencana) Dalam Pandangan Islam



A.    Pengertian KB
KB atau yang kita kenal dengan Family Planning adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepti.
Menurut WHO, KB adalah tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapattkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Menurut UU No. 10 Tahun 1992, KB adalah upaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Kamis, 21 Maret 2013

Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

            
A.    Pengertian
Istilah "Hukum Islam" merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemehan dari Al-Fiqhi al Islami atau dalam konteks tertentu darai al-syri'ahal-Islami, istilah dalam wacana ahli hukum barat digunakan Islamic law. Dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah, istilah al-hukum al-islam tidak di jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang dalam penjelasannya kemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di jelasakan pengartian syari'at dan fiqh. Kata syri'ah dan devenisinya di gunakan lima kali dalam Al-Qur'an secara harfiah syri'ah artinya jalan ke tempat mata air, atau tempat jalannya sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an diartikan sebagai jalan yang jelas yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama ushul fiqh, syari'ah adalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf muslim, baliq dan berakal sehat, baik berupa tuntutan, pilihan, atau perantara (sebab, syarat atau penghalang).
Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis (amaliyah). Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam bentuk kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al-Qur'an berarti memahami. Secara etimologis, fiqh artinya paham. Namun berbeda dengan 'ilm yang artinya mengerti, ilmu bisa diperoleh secara nalar atau wahyu, fiqh menekankan pada penalaran, meski penggunaannya nanti ia terikat kepada wahyu.
Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum-hukum syara yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Contohnya hukum wajib shalat, diambil dari perintah Allah SWT dalam ayat "aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena di dalam Al-Qur'an tidak dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan melalui sabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat aku menjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in dan fuqaha merumuskan tata aturan shalat yang benar dengan segala syarat dan rukunnya. Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqih memiliki hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahami dari syari'ah. Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara baku. Fiqih sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu yang melingkufi faqih (jamak fuqaha) yang memformulasikannya.
Karena itulah, sangat wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka. Hasbi Ash Shiddiegi mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksidaya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari'at atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam.
Hukum adalah seperangkata peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum didasarkan kata Islam. Jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.

Kamis, 03 Januari 2013

Sejarah Hukum Acara Pidana di Indonesia


A. HUKUM ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL
Pada saat Belanda menginjakkan kakinya di Nusantara, telah ada lembaga tata negara dan lembaga tata hukum atau dengan kata lain telah tercipta hukum di bumi Nusantara yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian disebut dengan hukum adat sebelum Belanda menjajah bumi Nusantara. Hazairin menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.Menurut Supomo pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum mencari bagaimana bagaimana mengembalikan keseimbangan yang terganggu itu. Mungkin hanya berupa pembayaran sejumlah uang yang sama dengan pelunasan utang atau ganti kerugian.[1]
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia sering digantungkan pada kekuasaan Tuhan. Di daerah Wajo dahulu dikenal cara pembuktian dengam membuat asap pada guci abu raja yang dianggap paling adil dan bijaksana (Puang ri Magalatung). Kemana asap itu mengarah pihak itulah yang dianggap paling benar. Sistem pemidanaannya pun sangat sederhana. Mulai dari pembayaran ganti kerugian sampai ri ule bawi (kedua kaki dan tangannya diikat lalu diselipkan sebilah bambu) lalu dipikul keliling kampung untuk dipertunjukkan.[2]
Bentuk-bentuk sanksi hukum adat dihimpun dalam Pandecten Van het Adatrecht bagian x yang disebut juga dalam buku Supomo yaitu sebagai berikut :[3]

Asas-asas Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Hukum Acara Pidana disusun berdasarkan pada falsafah dan pandangan hidup bangsa dan dasar negara, maka materi Pasal dan ayat harus mencerminkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, tegaknya hukum dan keadilan menciptakan ketertiban dan kepastian hukum. Asas-asas yang dianut di dalam KUHAP merupakan penjabaran dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, asas-asas tersebut meliputi :

Rabu, 02 Januari 2013

Fungsi /Tujuan Hukum Acara Pidana

Fungsi atau tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang telah dijelaskan sebagai berikut :
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”

Pengertian Hukum Acara Pidana



Dalam ruang lingkup hukum pidana, baik hukum pidana materil maupun hukum pidana formil disebut dengan hukum pidana. Hukum pidana materil mengatur syarat yang menimbulkan penuntutan atau menghapuskannya hak itu begitu pula hukumannya, dengan kata lain mengatur terhadap siapa, bilamana dan bagaimana hukuman harus dijatuhkan. Sedangkan  hukum pidana formil (hukum acara pidana) berfungsi untuk menjalankan hukum pidana substansif (materil) sehingga disebut dengan hukum pidana formal atau hukum acara pidana.

Selasa, 01 Januari 2013

Kampus part 2


Kampus part 1




Implikasi Putusan MK Terhadap Netralitas PNS Dalam Pemilihan Kepala Daerah



Putusan Mahkamah Konstitusi No. 17/PUU–VI/2008 mengaburkan makna netralitas bagi Pegawai Negeri Sipil dalam pemilihan kepala daerah, bahkan akan memperkuat sistem patrimonial dalam hierarki kekuasaan di Indonesia, dimana sikap bawahan sangat tergantung kepada siapa yang memimpinnya. Untuk itu, yang paling penting adalah bagaimana mengefektifkan mekanisme pengawasan secara ketat dan menegakkan aturan yang ada.