Kamis, 21 Maret 2013

Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

            
A.    Pengertian
Istilah "Hukum Islam" merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemehan dari Al-Fiqhi al Islami atau dalam konteks tertentu darai al-syri'ahal-Islami, istilah dalam wacana ahli hukum barat digunakan Islamic law. Dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah, istilah al-hukum al-islam tidak di jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang dalam penjelasannya kemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di jelasakan pengartian syari'at dan fiqh. Kata syri'ah dan devenisinya di gunakan lima kali dalam Al-Qur'an secara harfiah syri'ah artinya jalan ke tempat mata air, atau tempat jalannya sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an diartikan sebagai jalan yang jelas yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama ushul fiqh, syari'ah adalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf muslim, baliq dan berakal sehat, baik berupa tuntutan, pilihan, atau perantara (sebab, syarat atau penghalang).
Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis (amaliyah). Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam bentuk kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al-Qur'an berarti memahami. Secara etimologis, fiqh artinya paham. Namun berbeda dengan 'ilm yang artinya mengerti, ilmu bisa diperoleh secara nalar atau wahyu, fiqh menekankan pada penalaran, meski penggunaannya nanti ia terikat kepada wahyu.
Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum-hukum syara yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Contohnya hukum wajib shalat, diambil dari perintah Allah SWT dalam ayat "aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena di dalam Al-Qur'an tidak dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan melalui sabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat aku menjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in dan fuqaha merumuskan tata aturan shalat yang benar dengan segala syarat dan rukunnya. Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqih memiliki hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahami dari syari'ah. Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara baku. Fiqih sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu yang melingkufi faqih (jamak fuqaha) yang memformulasikannya.
Karena itulah, sangat wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka. Hasbi Ash Shiddiegi mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksidaya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari'at atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam.
Hukum adalah seperangkata peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum didasarkan kata Islam. Jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.
Sedangkan terminologi ”Hukum Perdata Islam” adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan serta ekonomi syari’ah.
(Pasal 49 UU No.7/`89 jo UU no 3/`06)

B.     Latar belakang
Sejarah Perkembangan hukum islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam sama artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama. begitu juga tidak mungkin mempelajari Islam tanpa mempelajari hukum Islam. Ini menunjukan bahwa hukum sebuah institusi agama memiliki kedudukan yang sangat signifikan. Beberapa ahli menyatakan bahwa hukum Islam yang berkembang di Indonesia bercorak Syafi”iyyah ini ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarah dintaranya, sultan Malikul Zahir dari samudra pasai adalah seorang ahli agama terkenal pada pertengahan abad XIV M.
Nuruddin ar-Raniri yang menulis buku hukum Islam yang di beri nama Sirat al-Mustaqim pada tahun 1628 dapat di sebut sebaga tokoh Islam abad XVII. Kitab Sirat al-Mustaqim merupakan kitab atau buku hukumIslam pertama yang disebarkan keseluruh Nusantara. Ada juga yang seangkatan al-Raniri adalah Abd al-Rauf as-Sinkili, beliau termasuk mujtahid Nusantara yang menulis karya fikih yang baik berjudul Mir’at al-Tullab fi Tasyi al-Ma’rifah al-Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhab.
Pada abad XVIII M. Terdapat tokoh Islam yang lainnya dalam bidang hukum Islam adalah Syekh Arsyad al-Banjari yang menulis kitab yang diberi nama Sabil al-Muhtaddin li Tafaqquh fi Amr al-Din yang bercorak Syafi’iyyah. Adajuga Syekh Nawawi al-Bantani dan masih banyak yang lainnya.

C.    Sejarah Belakunya Hukum Perdata Islam di Indonesia
1.      Hukum Islam Pada Masa Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantara
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan)
Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan Islam Nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada masa jauh sebelum penjajahan Belanda, hukum islam menjadi hukum yang positif di Nusantara.

2.      Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Belanda
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat diklasifikasi kedalam dua bentuk, Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC yang memberikan ruang agak luas bagi perkembangan hukum Islam. Kedua, adanya upaya intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkan pada hukum adat.
Pada fase kedua ini Belanda ingin menerapkan politik hukum yang sadar terhadap Indonesia, yaitu Belanda ingin menata kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda, dengan tahap-tahap kebijakkan strategiknya yaitu:
a.       Receptie in Complexu (Salomon Keyzer & Christian van Den Berg [1845-1927]), teori ini menyatakan hukum menyangkut agama seseorang. Jika orang itu memeluk Islam maka hukum Islamlah yang berlaku baginya, namum hukum Islam yang berlaku tetaplah hanya dalam masalah hukum keluarga, perkawinan dan warisan.
b.      Teori Receptie ( Snouck Hurgronje [1857-1936] disistemisasi oleh C. Van Vollenhoven dan Ter Harr Bzn), teori ini menyatakan bahwa hukum Islam baru diterima memiliki kekuatan hukum jika benar-benar diterima oleh hukum adat, implikasi dari teori ini mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan hukum Islam menjadi lambat dibandingkan institusi lainnya. di Nusantara.
3.      Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang
Menurut Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau mempertahankan beberapa peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan praktik keagamaan tidak dicampuri oleh Jepang untuk mencegah resistensi, perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan.
Jepang hanya berusaha menghapus simbol-simbol pemerintahan Belanda di Indonesia, dan pengaruh kebijakan pemerintahan Jepang terhadap perkembangan hukum di Indonesia tidak begiti signifikan.

4.      Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan
Salah satu makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebas dari pengaruh hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah kemerdekaan, walaupun aturan peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasar teori receptie (Hazairin menyebutnya sebagai teori iblis) tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945.
Teori receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rosul. Disamping Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori Receptie a Contrario, yang menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.

5.      Hukum Islam Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
a.       Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Politik hukum memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintah orde baru, dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu” dan pada pasal 63 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah Pengadilan Agama (PA) bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri (PN) bagi pemeluk agama lainnya.

b.      Undang- undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Dengan disahkanya UU PA tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar dalam lingkungan PA. Diantaranya:
1)      PA telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
2)      Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan seragam diseluruh Indonesia. Dengan univikasi hukum acara PA ini maka memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan PA.
c.       Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1 tahun 1991 (KHI)
Pada Maret 1985 Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehigga terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Makamah Agung dan Departemen Agama.SKB itu membentuk proyek kompilasi hukum islam dengan tujuan merancang tiga buku hukum, masing-masing tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum Kewarisan (Buku II), dan tentang Hukum Perwakafan (BUKU III).
Bulan Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas sebagai inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1991 Suharto menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar hukum berlakunya KHI tersebut.

6.      Hukum Islam Pada Masa Reformasi
Diantara produk hukum yang positif di era reformasi sementara ini yang sangat jelas bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain:
a.       Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
b.      Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
c.    Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan terhadapUndang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Ekonomi Syari`ah)
Adapun contoh Hukum Islam pada masa Reformasi:
Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Pasal 49 ayat (1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.       perkawinan;
b.      kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c.       wakaf dan shadaqah.
Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan terhadap Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Pasal 49 ayat (1) berubah menjadi sebagaiberikut:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.       perkawinan;
b.      waris;
c.       wasiat;
d.      hibah;
e.       wakaf;
f.       zakat;
g.      infaq;
h.      shadaqah; dan
i.        ekonomi syari’ah.
Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai halhal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.
Huruf a Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah,antara lain:
1.      Izin beristri lebih dari seorang;
2.    Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3.      Dispensasi kawin;
4.      Pencegahan perkawinan;
5.      Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6.      Pembatalan perkawinan;
7.      Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8.      Perceraian karena talak;
9.      Gugatan perceraian;
10.  Penyelesaian harta bersama;
11.  Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13.  Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14.  Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15.  Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16.  Pencabutan kekuasaan wali;
17.  Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
18.  Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19.  Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20.  Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21.  Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22.  Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Huruf b Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Huruf c Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu bendaatau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Huruf d Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Huruf e Yang dimaksud dengan “wakaf” adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Huruf g Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Huruf f Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya
Huruf h Yang dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala dan pahala semata.
Huruf i Yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a.       Bank syari’ah;
b.      Lembaga keuangan mikro syari’ah.
c.       Asuransi syari’ah;
d.      Reasuransi syari’ah;
e.       Reksa dana syari’ah;
f.       Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g.      Sekuritas syari’ah;
h.      Pembiayaan syari’ah;
i.        Pegadaian syari’ah;
j.        Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;dan
k.      Bisnis syari’ah.
D.    Kesimpulan
1. Dalam khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Jadi, dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.
Adapun secara terminology Hukum Perdata Islam adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan.

2.  Adapun latar belakang perkembangan hukum islam yang berkembang di Indonesia diwarnai dengan corak Syafi”iyyah ini ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarah dintaranya, sultan Malikul Zahir dari samudra pasai adalah seorang ahli agama terkenal pada pertengahan abad XIV M.

Daftar Pustaka
  • Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2004. 
  • Kompilasi Hukun Islam, 2000
  • Rofiq Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998



Tidak ada komentar:

Posting Komentar