A. Pengertian
Istilah "Hukum Islam" merupakan istilah khas
Indonesia, sebagai terjemehan dari Al-Fiqhi al Islami atau dalam konteks
tertentu darai al-syri'ahal-Islami, istilah dalam wacana ahli hukum barat
digunakan Islamic law. Dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah, istilah al-hukum
al-islam tidak di jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang dalam
penjelasannya kemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di
jelasakan pengartian syari'at dan fiqh. Kata syri'ah dan devenisinya di
gunakan lima kali dalam Al-Qur'an secara harfiah syri'ah artinya jalan ke
tempat mata air, atau tempat jalannya sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an
diartikan sebagai jalan yang jelas yang membawa kemenangan. Dalam terminologi
ulama ushul fiqh, syari'ah adalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf muslim, baliq dan berakal sehat, baik berupa tuntutan,
pilihan, atau perantara (sebab, syarat atau penghalang).
Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis
(amaliyah). Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam
bentuk kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al-Qur'an berarti
memahami. Secara etimologis, fiqh artinya paham. Namun berbeda dengan 'ilm yang
artinya mengerti, ilmu bisa diperoleh secara nalar atau wahyu, fiqh menekankan
pada penalaran, meski penggunaannya nanti ia terikat kepada wahyu.
Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum-hukum syara
yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.
Contohnya hukum wajib shalat, diambil dari perintah Allah SWT dalam ayat
"aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena di dalam Al-Qur'an
tidak dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan
melalui sabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat aku
menjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in dan
fuqaha merumuskan tata aturan shalat yang benar dengan segala syarat dan
rukunnya. Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqih
memiliki hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahami dari
syari'ah. Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami melalui
fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara baku. Fiqih
sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh tuntutan ruang dan waktu
yang melingkufi faqih (jamak fuqaha) yang memformulasikannya.
Karena itulah, sangat wajar jika kemudian
terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka. Hasbi Ash Shiddiegi
mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksidaya upaya para ahli hukum untuk
menetapkan syari'at atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazana ilmu hukum di
Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum
dan Islam.
Hukum adalah seperangkata peraturan tentang tindak tanduk
atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku
dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum didasarkan kata
Islam. Jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang
dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk
Islam.
Sedangkan terminologi ”Hukum Perdata Islam” adalah sebagian
dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum
positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup
mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena
ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan,
kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan serta ekonomi syari’ah.
(Pasal 49 UU No.7/`89 jo UU no
3/`06)
B. Latar
belakang
Sejarah
Perkembangan hukum islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah islam
itu sendiri. Membicarakan hukum Islam sama artinya dengan membicarakan Islam
sebagai sebuah agama. begitu juga tidak mungkin mempelajari Islam tanpa
mempelajari hukum Islam. Ini menunjukan bahwa hukum sebuah institusi agama
memiliki kedudukan yang sangat signifikan. Beberapa ahli menyatakan bahwa hukum
Islam yang berkembang di Indonesia bercorak Syafi”iyyah ini ditunjukkan dengan
bukti-bukti sejarah dintaranya, sultan Malikul Zahir dari samudra pasai adalah
seorang ahli agama terkenal pada pertengahan abad XIV M.
Nuruddin
ar-Raniri yang menulis buku hukum Islam yang di beri nama Sirat al-Mustaqim
pada tahun 1628 dapat di sebut sebaga tokoh Islam abad XVII. Kitab Sirat
al-Mustaqim merupakan kitab atau buku hukumIslam pertama yang disebarkan
keseluruh Nusantara. Ada juga yang seangkatan al-Raniri adalah Abd al-Rauf
as-Sinkili, beliau termasuk mujtahid Nusantara yang menulis karya fikih yang
baik berjudul Mir’at al-Tullab fi Tasyi al-Ma’rifah al-Ahkam al-Syar’iyyah li
al-Malik al-Wahhab.
Pada abad
XVIII M. Terdapat tokoh Islam yang lainnya dalam bidang hukum Islam adalah
Syekh Arsyad al-Banjari yang menulis kitab yang diberi nama Sabil al-Muhtaddin
li Tafaqquh fi Amr al-Din yang bercorak Syafi’iyyah. Adajuga Syekh Nawawi
al-Bantani dan masih banyak yang lainnya.
C. Sejarah
Belakunya Hukum Perdata Islam di Indonesia
1. Hukum Islam Pada Masa
Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantara
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam
bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah
mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan)
Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan
di kerajaan-kerajaan Islam Nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada
masa jauh sebelum penjajahan Belanda, hukum islam menjadi hukum yang positif di
Nusantara.
2. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan
Belanda
Perkembangan
hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat diklasifikasi
kedalam dua bentuk, Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC yang
memberikan ruang agak luas bagi perkembangan hukum Islam. Kedua, adanya upaya
intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkan pada hukum adat.
Pada fase
kedua ini Belanda ingin menerapkan politik hukum yang sadar terhadap Indonesia,
yaitu Belanda ingin menata kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda,
dengan tahap-tahap kebijakkan strategiknya yaitu:
a. Receptie in Complexu (Salomon Keyzer
& Christian van Den Berg [1845-1927]), teori ini menyatakan hukum
menyangkut agama seseorang. Jika orang itu memeluk Islam maka hukum Islamlah
yang berlaku baginya, namum hukum Islam yang berlaku tetaplah hanya dalam
masalah hukum keluarga, perkawinan dan warisan.
b. Teori Receptie ( Snouck Hurgronje
[1857-1936] disistemisasi oleh C. Van Vollenhoven dan Ter Harr Bzn), teori ini
menyatakan bahwa hukum Islam baru diterima memiliki kekuatan hukum jika
benar-benar diterima oleh hukum adat, implikasi dari teori ini mengakibatkan
perkembangan dan pertumbuhan hukum Islam menjadi lambat dibandingkan institusi
lainnya. di Nusantara.
3. Hukum Islam Pada Masa Penjajahan
Jepang
Menurut
Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau mempertahankan beberapa
peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan praktik keagamaan tidak dicampuri
oleh Jepang untuk mencegah resistensi, perlawanan dan oposisi yang tidak
diinginkan.
Jepang
hanya berusaha menghapus simbol-simbol pemerintahan Belanda di Indonesia, dan
pengaruh kebijakan pemerintahan Jepang terhadap perkembangan hukum di Indonesia
tidak begiti signifikan.
4. Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan
Salah satu
makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebas dari pengaruh
hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah kemerdekaan, walaupun aturan
peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang
berdasar teori receptie (Hazairin menyebutnya sebagai teori iblis) tidak
berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945.
Teori
receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rosul.
Disamping Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori Receptie a Contrario,
yang menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
5. Hukum Islam Pada Masa Pemerintahan
Orde Baru
a. Undang- undang Nomor 1 tahun 1974
tentang Perkawinan
Politik
hukum memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintah orde
baru, dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan ”Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu” dan
pada pasal 63 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini
adalah Pengadilan Agama (PA) bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri (PN)
bagi pemeluk agama lainnya.
b. Undang- undang Nomor 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama
Dengan
disahkanya UU PA tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar dalam
lingkungan PA. Diantaranya:
1) PA telah menjadi peradilan mandiri,
kedudukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
2) Nama, susunan, wewenang, kekuasaan
dan hukum acaranya telah sama dan seragam diseluruh Indonesia. Dengan univikasi
hukum acara PA ini maka memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum
dalam lingkungan PA.
c. Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1
tahun 1991 (KHI)
Pada Maret
1985 Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehigga terbitlah Surat Keputusan
Bersama (SKB) Ketua Makamah Agung dan Departemen Agama.SKB itu membentuk proyek
kompilasi hukum islam dengan tujuan merancang tiga buku hukum, masing-masing
tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum Kewarisan (Buku II), dan
tentang Hukum Perwakafan (BUKU III).
Bulan
Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas sebagai
inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1991 Suharto
menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar hukum
berlakunya KHI tersebut.
6. Hukum Islam Pada Masa Reformasi
Diantara
produk hukum yang positif di era reformasi sementara ini yang sangat jelas
bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain:
a. Undang-undang No. 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
b. Undang-undang No. 41 tahun 2004
tentang Wakaf
c. Undang-undang No. 3 tahun 2006
tentang Perubahan terhadapUndang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama (Ekonomi Syari`ah)
Adapun contoh Hukum Islam pada masa
Reformasi:
Undang-undang No. 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama
Pasal 49 ayat (1) Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c. wakaf dan shadaqah.
Undang-undang No. 3 tahun 2006
tentang Perubahan terhadap Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
Pasal 49 ayat (1) berubah menjadi
sebagaiberikut:
Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i.
ekonomi
syari’ah.
Yang dimaksud dengan “antara
orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang
dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai
halhal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal
ini.
Huruf a Yang dimaksud dengan
“perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah,antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi
orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali,
atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai
Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban
suami dan istri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan
dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya
penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi
bekas istri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang
anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan
orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali
oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal
seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal
kedua orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian
atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan
penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21. Putusan tentang hal penolakan
pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan
yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain.
Huruf b Yang dimaksud dengan “waris”
adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan
pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas penentuan
bagian masing-masing ahli waris.
Huruf c Yang dimaksud dengan
“wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu bendaatau manfaat kepada
orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut
meninggal dunia.
Huruf d Yang dimaksud dengan “hibah”
adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Huruf e Yang dimaksud dengan “wakaf”
adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Huruf g Yang dimaksud dengan “infaq”
adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi
kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki
(karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas,
dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Huruf f Yang dimaksud dengan “zakat”
adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya
Huruf h Yang dimaksud dengan
“shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan
jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala dan pahala
semata.
Huruf i Yang dimaksud dengan
“ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a. Bank syari’ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah.
c. Asuransi syari’ah;
d. Reasuransi syari’ah;
e. Reksa dana syari’ah;
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga
berjangka menengah syari’ah;
g. Sekuritas syari’ah;
h. Pembiayaan syari’ah;
i.
Pegadaian
syari’ah;
j.
Dana
pensiun lembaga keuangan syari’ah;dan
k. Bisnis syari’ah.
D. Kesimpulan
1. Dalam khazana ilmu hukum di
Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum
dan Islam. Jadi, dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang
dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk
Islam.
Adapun
secara terminology Hukum Perdata Islam adalah sebagian dari hukum Islam yang
telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum
Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu’amalah, bagian hukum
Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan
perundang-undangan.
2. Adapun latar belakang perkembangan
hukum islam yang berkembang di Indonesia diwarnai dengan corak Syafi”iyyah ini
ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarah dintaranya, sultan Malikul Zahir dari
samudra pasai adalah seorang ahli agama terkenal pada pertengahan abad XIV M.
Daftar Pustaka
- Nuruddin Amir dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2004.
- Kompilasi Hukun Islam, 2000
- Rofiq Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar