PENDAHULUAN
Hukum dalam
klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara
atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan
menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka
subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Tidak dapat di
pungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan
tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Pemerintah misalnya perlu
membeli barang atau jasa (government procurement) dalam rangka menjalankan fungsinya
sehari-hari. Barang atau jasa yang dibutuhkan dari yang sederhana seperti alat
tulis kerja, sampai dengan pembeliaan pesawat udara, Pembangunan Gedung dan
jembatan ataupun juga peralatan perang guna menunjang pertahanan dan keamanan
negara. Sedangkan jasa yang dibutuhkan oleh pemerintah dapat berupa jasa
konsultansi, dan lain-lain.
Dalam memenuhi
kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan
sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Dalam pembagiannya subjek hukum Perdata terdiri
atas manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam
perkembangannya, ternyata pemerintah yang adalah lembaga publik dapat juga
melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapat dibuktikan dengan terlibatnya
pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa.
Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak dalam
lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah
bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga
tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum.
PEMBAHASAN
A.
HUKUM
PERORANGAN (HUKUM PRIBADI)
Di dalam dunia
hukum perkataan orang (persoon) berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga
disebut subyek hukum. Begitu pula yang dimaksud orang dalam KUHPerdata Buku I
Bab I.[1]
Dan dalam perkataan lain yang dimaksud subjek hukum yaitu segala sesuatu yang
mempunyai hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari atas:
a.
Manusia
(naturlijke persoon)
b.
Badan
hukum (rechtspersoon)
Berlakunya
seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah mulai saat ia
dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan
manusia sejak ia belum dilahirkan dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal
dunia.[2]
Sebagai negara
hukum, negara Republik Indonesia mengakui setiap orang sebagai manusia terhadap
undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai subjek hukum oleh
undang-undang. UUD1945 pasal 27 menetapkan segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.[3]
B. PENGERTIAN SUBJEK
HUKUM
Subjek hukum ialah siapa yang dapat
mempunyai hak dan cakap menurut hukum untuk mempunyai hak.
Menurut ilmu hukum yang menjadi subjek
hukum ialah orang atau individu/persoon dan setiap badan hukum.
Dan yang dimaksud dengan orang adalah pendukung
hukum yang juga disebut subjek hukum. Subjek hukum ini dapat mengadakan
hubungan hukum. Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban dalam lalu
lintas hukum.[4]
Di
negara-negara modern dewasa ini setiap orang pribadi merupakan pendukung hak
yang secara asasi berlaku sama bagi seluruh umat manusia karena diciptakan
secara sama oleh Tuhan yang maha Esa.[5]
Tidak bergantung pada agama, golongan, kelamin, umur, warga negara ataupun
orang asing. Begitu pula hak dan kewajiban tidak tergantung pada kaya, miskin,
kedudukan tinggi atau rendah dalam masyarakat, penguasa/pejabat amupun rakyat
biasa.[6]
Menurut hukum
Dunia orang pribadi menjadi subjek hukum ialah orang dalam arti hukum. Artinya,
memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban dimiliki setiap orang secara
kodrati sejak dilahirkan sampai meninggal dunia.[7]
Menurut hukum
agama seseorang pribadi menjadi subjek hukum sejak benih/pembibitan ada pada
kandungan ibunya, selama ia hidup dan juga setelah ia meninggal sampai ke
akhirat, sehingga menurut hukum agama adanya pengguguran kandungan merupakan
pembunuhan atas anak itu dan telah dilanggar hak anak sebagai subjek hukum dari
anak yang akan lahir itu.[8]
Dalam orang
sebagai subjek hukum terdapat dua pengertian[9]:
a.
Manusia
biasa (naturlijk persoon)
b.
Badan
hukum
1.
Manusia
sebagai subjek hukum diadakan pemisahan pengertian dalam hukum antara:
-manusia
(mens), yaitu manusia dalam pengertian biologis ialah gejala-gejala dalam alam,
gejala biologis yakni makhluk hidup yang bertangan dua, berkaki dua dan
mempunyai budaya.
-orang atau
persoon, yaitu manusia dalam pengertian yuridis ialah gejala dalam hidup
bermasyarakat.
-Subyek hukum
adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang melakukan perbuatan hukum
dan berwenang/berkuasa untuk mempunyai
hak dan kewajiban, untuk melakukan perbuatan hukum. Manusia dapat mengadakan
persetujuan, menikah, membuat wasiat,
dan sebagainya. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia setiap orang
diakui sebagai manusia pribadi, artinya diakui sebagai orang atau persoon
menurut hukum. Karena itu di Indonesia tiap-tiap manusia dianggap sebagai
pendukung hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum dan merupakan subyek hukum
2.
Badan
Hukum sebagai subyek hukum. Badan hukum adalah suatu kumpulan orang yang
mengadakan kerja sama dan atas dasar itu merupakan suatu satu kesatuan yang
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum. Begitu pula
organisasi-organisasi agama, yayasan, sebagai pembawa hak dan kewajiban yang
dapat bertindak sebagai persoon dan merupakan badan hukum.
C. MANUSIA
SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN PENGECUALIAN SEBAGAI SUBJEK HUKUM
Manusia pribadi atau naturlijk persoon
sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dijamin oleh
hukum yang berlaku. Manusia sebagai subjek hukum itu diatur secara luas pada buku
I tentang orang (van personen) KUHPer, Undang-Undang Kewarganegaraan,
Undang-Undang Orang Asing dan beberapa perundang-undangan lainnya.[10]
Menurut pasal 1
KHUPer mengatakan bahwa[11]:
“Menikmati hak
perdata tidaklah tergantung pada hak kenegaraan”
Pada pasal 2
KUHPer menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan bila kepentingan si anak
menghendakinya, dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia
tidak pernah ada.[12]
Secara riil
menurut KUHPer manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak ia lahir dan berakhir
dengan kematiannya, sehingga dikatakan bahwa selama manusia hidup, maka ia
menjadi manusia pribadi. Pengecualian diadakan oleh pasal 2 KUHPerdata[13],
yaitu:
a.
Ayat
(1) Anak yang dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak menghendaki.
b.
Ayat
(2) Apabila anak meninggal pada saat dilahirkan atau sebelumnya maka dianggap
tidak pernah ada.
Ketentuan yang
termuat dalam pasal 2 BW tersebut sering disebut rechfictie dan merupakan
ketentuan yang sangat penting dalam masalah warisan.[14]
Anak dalam kandungan dianggap ada apabila kepentingan anak itu menghendaki,
umpamanya apabila ada seseorang mewariskan harta atau meninggalkan harta kepada
si anak yang akan lahir itu, meskipun si anak hanya hidup sedetik sekalipun.
Jadi anak yang hidup sedetik dan kemudian meninggal itu menjadi pewaris. Dan
yang menjadi ahli waris saudara-saudaranya dan ibunya. Tetapi apabila si anak
itu tidak mempunyai kepentingan dianggap secara riil tidak ada, seperti contohnya
seorang ibu sedang hamil pergi menonton bioskop atau naik bus tidaklah diminta
untuk membayar 2 karcis, karen kepentingan anak tidak ada terhadap tontonan
atau bus itu.
D.
KETIDAKWENANGAN SUBJEK HUKUM
Sebagaimana telah dikatakan bahwa
berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam perdata adalah
apabila ia meninggal dunia, artinya selama seseorang masih hidup selama itu
pula ia mempunyai kewenangan/berhak (rechtsbevorgheid). Pasal 3 BW menyatakan[15] :
“Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala
hak perdata”.
Namun demikian ada faktor yang
mempengaruhi kewenangan berhak seseorang yang sifatnya membatasi, kewenangan
berhak tersebut antara lain adalah[16]:
1.
Kewarganegaraan;
misalnya dalam pasal 21 ayat 1 UUPA disebutkan bahwa warga negara indonesia
yang dapat mempunyai hak milik.
2.
Tempat
tinggal; misalanya dalam pasal 3 PP No. 24 Tahun 1960 dalam pasal I PP No. 41
Tahun 1964 (tambahan pasal 3a s/d 3c) jo pasal 10 ayat 2 UUPA disebutkan
larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar
kecamatan tempat letak tanahnya.
3.
Kedudukan
atau jabatan; misalnya hakim dan pejabat hukum lainnya tidak boleh memperoleh
barang-barang yang masih dalam perkara.
4.
Tingah
laku atau perbuatan; misalnya dalam pasal 19 dan 53 UU No. 1 Tahun 1974
disebutkan bahwa kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut dengan keputusan
pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan kewajiban nya sebagai orang tua/wali
atau berkelakuan buruk sekali.
E.
KETIDAKCAKAPAN SUBJEK HUKUM[17]
Menurut hukum manusia pribadi mempunyai
hak dan kewajiban akan tetapi tidak selalu cakap hukum untuk melakukan
perbuatan hukum. Orang – orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum adalah;
a.
Orang
– orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan (pasal 1330 BW jo pasal 47 UU No. 1 Tahun
1974).
b.
Orang
– orang yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tetapi dalam
keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros (pasal 1330 BW jo pasal 433 BW).
c.
Orang-orang
yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu,
misalnya orang yang dinyatakan pailit (pasal 1330 BW jo Undang-undang
Kepailitan)
Jadi orang yang
mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (rechbekwaamheid) adalah
orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh suatu
undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.
Orang-orang
yang belum dewasa dan ditaruh dibawah pengampuan (curatele) dalam melakukan
perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya atau pengampunya (curator),
sedangkan penyelesaian utang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit
dilaksanakan oleh Balai Harta Peninggalan (weeskamer).
Selanjutnya
apabila dihubungkan dengan kecakapan hukum (rechtsbekwaanheid) dan kewenangan
hukum (rechtsbevoegdheid), maka uraian diatas menunjukan bahwa setiap orang
adalah subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban, namun tidak setiap
orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dan orang yang cakap untuk
melakukan perbuatan hukum tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum.
Dengan demikian
kecakapan hukum adalah syarat umum, sedangkan kewenangan hukum adalah syarat
untuk melakukan perbuatan hukum.
II. BADAN HUKUM
SEBAGAI SUBJEK HUKUM
Dimuka telah disebutkan bahwa badan hukum
juga merupakan subjek hukum (rechpersoon) di samping manusia pribadi atau
naturlijk persoon.
Badan hukum adalah suatu perkumpulan
orang-orang yang mengadakan kerja sama dan atas dasar ini merupakan satu
kesatuan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum.
Badan hukum merupakan pendukung hak yang tidak berjiwa (bukan manusia) dan
merupakan gejala sosial yaitu suatu gejala yang riil, sesuatu yang dapat
dicatat dalam pergaulan hukum , biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang
dibuat dari besi, batu dan sebagainya, tetapi yang terpenting bagi pergaulan
hukum adalah karena badan hukum itu mempunyai kekayaan yang sama sekali
terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.[18]
SYARAT-SYARAT
BADAN HUKUM
Untuk keikutsertaannya dalam pergaulan
hukum, maka suatu badan hukum harus mempunyai syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum, yaitu[19]:
a.
Memiliki
kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
b.
Hak
dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Suatu
perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara[20];
a.
Didirikan
dengan Akta Notaris
b.
Didaftarkan
dikantor Panitera Pengadilan Negeri setempat
c.
Dimintakan
pengesahan Anggaran Dasarnya kepada Menteri Kehakiman
d.
Diumumkan
dalam Berita Negara.
DASAR-DASAR
HUKUM SEBAGAI BADAN HUKUM
Badan hukum sebagai kumpulan manusia
pribadi mungkin pula sebagai kumpulan dari badan hukum pengaturannya sesuai
dengan hukum yang berlaku[21]:
1.
Perseroan
Terbatas (PT) diatur dalam bab III bagian ketiga Buku I KUHD
2.
Koperasi,
diatur dalam UU No. 25 tahun 1992
3.
Yayasan,
pengaturannya sesuai dengan kebiasaan yang dibuat aktenya di notaris
4.
Perbankan
diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992
5.
Bank
Pemerintah sesuai dengan undang-undang yang mengatur pendiriannya
6.
Organisasi
Partai Politik dan Golongan Karya diatur dengan UU No. 3 Tahun 1978
7.
Pemerintah
Daerah tingkat I, II dan Kecamatan diatur dengan UU No. 5 Tahun 1975
8.
Negara
Indonesia diatur dengan Konstitusi Undang-Undang Dsar 1945
KUHPerdata
tidak mengatur mengenai badan hukum dalam buku I hanya mengatur acara subyek
hukum sepanjang yang mengenai manusia.
MACAM-MACAM
BADAN HUKUM
a.
Menurut
bentuknya Badan Hukum dibedakan menjadi dua, yaitu[22]:
-
Badan
Hukum Publik (publiek rechtspersoon)
-
Badan
Hukum Privat/perdata (privat rechtspersoon)
1.
Badan
Hukum Publik
Adalah badan
hukum yang didirikan berdasarka hukum publik yang menyangkut kepentingan
publik, orang banyak atau negara umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan
hukum negara yang mempunyai kekuasaan wilayah atau merupakan lembaga yang
dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan
secara fungsional oleh badan eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang
diberi tugas untuk itu.
Contoh badan
hukum publik:
a.
Negara
RI , dasarnya adalah Konstitusi tertulis dalm bentuk UUD, kekuasaannya
diberikan kepada Presiden dan para Menteri.
b.
Pemerintah
daerah tingkat I, II, dan Kecamatan dibentuk berdasarka undang-undang no 5
tahun 1975 dan UU lainnya. Dalam menjalankan kekuasaannya ditugaskan kepada
Gubernur, Bupati, Kepala Daerah tingkat II dan Camat.
c.
Perusahaan
Negara didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah, pengurusannya oleh Direksi.
d.
Pertamina,
didirikan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971.
2.
Badan
Hukum Privat
Adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut
kepentingan pribadi di dalam badan hukum itu.
Badan hukum ini
merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang itu untuk tujuan
tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
politik, kebudayaan, kesenian, olahraga, dan lain-lain sesuai dengan hukum yang
berlaku secara sah. Bentuk dan susunannya diatur oleh hukum privat.
Contoh badan
hukum privat:
a.
Perseroan
Terbatas (PT) didirikan oleh persero-persero untuk mencari keuntungan dan
kekayaan. Kegiatannya dilakukan oleh Direksi, dan pengaturannya terdapat pada
Bab III, bagian ketiga Buku 1 KUHD.
b.
Koperasi
didirikan oleh para anggotanya dengan tujuan kesejahteraan bersama dengan
sistem kekluargaan dan usaha bersama dengan kepribadian yang diatur dalam UU
No.12 tahun 1967.
c.
PARPOL
dan Golongan Karya didirikan dan dimasuki oleh warga negara sebagai sarana
demokrasi yang mewakili kepentingan rakyat. Perundang-undnagan yang mengaturnya
ialah UU No. 3 Tahun 1975 jo UU No. 3 Tahun 1985.
d.
Yayasan
yang didirikan oleh para pendirinya dengan tujuan sosial, pendidikan, kesenian
dan kebudayaan. Pengaturannya berdasarkan kebiasaan yang dapat dibuatkan
anggaran pendiriannya oleh notaris.
e.
Badan
amal, wakaf, perkumpulan dan lain-lain.
b.
Menurut
jenisnya badan hukum dapat dibagi menjadi dua jenis golongan, yaitu[23]:
-
Korporasi
-
Yayasan
1.
Korporasi
Adalah suatu
gabungan orang-orang dalam pergaulan hukum bertindak bersama sebagai satu subjek
hukum tersendiri.
2.
Yayasan
Tiap kekayaan
yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan
tertentu.
PENUTUP
KESIMPULAN
Yang dimaksud
dengan orang adalah pendukung hukum yang juga disebut subjek hukum. Subjek
hukum ini dapat mengadakan hubungan hukum. Hubungan hukum ini menimbulkan hak
dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Dalam orang
sebagai subjek hukum terdapat dua pengertian:
c.
Manusia
biasa (naturlijk persoon)
d.
Badan
hukum
Bahwa setiap
orang adalah subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban, namun tidak
setiap orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dan orang yang cakap untuk
melakukan perbuatan hukum tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum. orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
(rechbekwaamheid) adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta
tidak dilarang oleh suatu undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu.
Orang-orang
yang belum dewasa dan ditaruh dibawah pengampuan (curatele) dalam melakukan
perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya atau pengampunya (curator),
sedangkan penyelesaian utang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit
dilaksanakan oleh Balai Harta Peninggalan (weeskamer).
Dengan demikian
kecakapan hukum adalah syarat umum, sedangkan kewenangan hukum adalah syarat
untuk melakukan perbuatan hukum.
Badan hukum
adalah suatu perkumpulan orang-orang yang mengadakan kerja sama dan atas dasar
ini merupakan satu kesatuan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum. Badan hukum merupakan pendukung hak yang tidak berjiwa
(bukan manusia) dan merupakan gejala sosial yaitu suatu gejala yang riil,
sesuatu yang dapat dicatat dalam pergaulan hukum , biarpun tidak berwujud
manusia atau benda yang dibuat dari besi, batu dan sebagainya, tetapi yang
terpenting bagi pergaulan hukum adalah karena badan hukum itu mempunyai
kekayaan yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.
Menurut
bentuknya Badan Hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:
-
Badan
Hukum Publik (publiek rechtspersoon)
-
Badan
Hukum Privat/perdata (privat rechtspersoon)
c.
Menurut
jenisnya badan hukum dapat dibagi menjadi dua jenis golongan, yaitu
-
Korporasi
-
Yayasan
DAFTAR
PUSTAKA
·
Soeroso
R, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, cet ke
7
·
Kansil C.S.T.
Prof, S.H. Modul Hukum Perdata I, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1991, cet
1, hal 85
·
Subekti R prof,
S.H, dan Tjitrosudibio R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Pradnya Paramita. Cet 34
·
Djamali
Abdoel, S.H. Pengantar Hukum
Indonesia, Jakarta: PT Raja Garafindo
Persada, 2005, cet 3
[1] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, cet
ke 7, hal 139
[2] Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Modul Hukum Perdata I, Jakarta: PT Pradnya
Paramita, cet 1, hal82
[3] Ibid.
[4] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 140-141
[5] Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Modul Hukum Perdata I, Jakarta: PT Pradnya
Paramita, cet 1, hal 84
[6] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 141
[7] R. Abdoel Djamali, S.H. Pengantar Hukum Indonesia,
Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, cet 3, hal151
[8] Opcit, hal 84.
[9] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 141-142
[10] Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Modul Hukum Perdata I, Jakarta: PT Pradnya
Paramita, cet 1, hal 85
[11] Prof. R. Subekti,S.H, dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita. Cet 34, hal 3
[12] R. Abdoel Djamali, S.H. Pengantar Hukum Indonesia,
Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, cet 3, hal151
[13] Opcit , hal 3
[14] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 142
[15] Prof. R. Subekti,S.H, dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita. Cet 34, hal 3
[16] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 144
[17] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 144-145
[18] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 146-147
[19] Ibid, hal 147.
[20] Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Modul Hukum Perdata I, Jakarta: PT Pradnya
Paramita, cet 1, hal 83
[21] Ibid hal 147-148.
[22] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 148-149
[23] R. Soeroso, S,H. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,
cet ke 7, hal 150-151
Tidak ada komentar:
Posting Komentar