Minggu, 13 Mei 2012

Pencurian dalam Perspektif Hukum Islam

Pendahuluan
     Dengan nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi ALLAH yang telah memberikan nikmat yang tidak terhingga kepada segenap umat manusia , salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.
     Berkat rahmat dan inayah dari ALLAH SWT, akhirnya pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini.
     Adapun maksud dan tujuan penyusunan makalah ini, antara lain untuk membantu teman-teman mahasiswa dalam memahami masalah As-sariqah (Mencuri) secara lebih mudah. Di karenakan di kehidupan kita sehari-hari ada saja kejadian pencurian yang kita alami maupun tidak kita alami atau hanya kita lihat saja. Dan untuk membedakan mana yang dinamakan pencuri atau bukan pencuri.

A.    Pengertiaan As-sariqah (Mencuri)
     Mencuri ialah “ mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi  tanpa adanya amat untuk menjaga barang tersebut.” Kami katakan demikian karena fuqaha sepakat bahwa pengkhianatan dan perampasan secara halus (korupsi: ikhtilas)tidak terkena had potong tangan. Dan ada beberapa perilak perilaku yang serupa tapi tidak sama dengan pencurian, yaitu :
  1. Menipu, adalah mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain mengalami kerugian.
  2. Korupsi, adalah pengambilan hak orang lain baik perorangan maupun masyarakat, engan menggunakan kewenangan atas jabatan atau atau kekuasaannya, sehingga merugikan orang lain.
  3. Menyuap, adalah seseorang memberikan sesuatu baik dalam bentuk barang ataupun uang maupun lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik material atau moril sedangkang hasil pemberia tersebut merugikan pihak lain.
Rasulullah saw bersabda :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعنالله السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده {اخرخه الخاري ومسلم}
     
"Diriyatkan dari Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah saw. Bersabda, Allah melaknat pencuri. Ia mencuri telur lalu di potong tanganya, dan ia mencuri tali, lalu di potong tagannya". (HR Bukhari dan Muslim)
                                                                                                                                           
عن عائشة رضيالله عنها قالت كان رسوالله صلى الله عليه وسلم يقطع السارق في ربع دينار فصاعدا   {رواه الجماعة الا ابى ماجة
"Diriwayatkan  dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya: Rasulullah saw. Memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas". (HR jamaah, kecuali ibnu majah)
                                                                                                                               
عن ابن عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قطع سارقا في مجن قيمته ثلاثة دراهم {رواه الجماعة
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Katanya: sesungguhnya rasulullah saw. Pernah memotong tanang seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak tiga dirham".(HR  Jamaah)
                                                                                                                                                                   
B.    Penjelasan tentang matan haidst      
     Hadist yang pertaman ini dipegang oleh al-Hasan al-Bashri yang yang mengatakan bahwa hukuman potong tangan itu harus dikenakan karena mencuri  baik yang sendikit di curi maupun banyak, berdasarkan keumuman firman Allah “laki-laki yang mencuri dan perrempuan yang mencuri ptonglah kedua tangannya”(QS. Al-Maidah:38)

     Pendapat ini dipegang oleh golongan khawarij dan para ulama mutakalimin. Fuqoha yang memegangi persyaratan nishab padahukuman potong tangan –yakni jumhur fuqoha- banyak berselisih tentang dasar nishab tersebut . Hanya saja, pebadaan pendapat yang terkenal itu yang disandarkan kepada dalil-dalil shahih dan ada dua pendapat. Yang pertaman pendapat fuqaha Hijaz, yaitu Malik, Syafi’I, dan lain-lain. Yang kedua pendapat ulama irak. Fuqoha Hijaz mewajibkan hukuman potong tangan pada pencurian tiga dirham   yang terbuat dari perak atau seperempat dinar yang terbuat dari emas. Kemudian mereka berselisih pendapat tentang barang-barang curian selain emas dan perak.
     Menurut pendapat malik yang terkenal,barang tersebut dinilai dengan dirham, bukan dengan dinar. Apabila tiga dirham itu berbeda nilainya dengan seperempat dinar,  karena perbedaan harga pasar. Seperti pada suatu ketika seperempat dinar itu nilainya sma dengan dua setengah dirham. Sedangkan menurut Syafi’i, pokok  penilaian barang itu seper empat dinar. dan seperempat dinar itu pulalah yang di pakai utuk menilai dirham. Oleh Karen itu, menurutnya, pencurian tiga dirham itu tidak terkena potong tangan, kecuali  jiga tiga dirham itu senilai sendiri.
     Segolongan fuqaha Baghdad  meriwayatkan dari malik bahwa dalam menilai barang hars di perhatikan mata uang yang banyak di pakai di negara setempat. Jika yang banyak di pakai adalah dirham, maka barang tersebut Harus dinilai dengan dirham. Sedangkan apabila yang banyak di pakai adalah dinar, maka barang tersebut haus dinilai dengan seperempat dinar. Pendapat syafi’I dalam hal penilaian dipegangi oleh Abu Tsaur, al-Auza’I, dan Dawud. Sedangkan pendapat maliki yang terkenal itu di pegang oleh Ahmad, yaitu penilaian berdasarkan dirham. Fuqaha irak berpendapat bahwa nishab yang mengakibatkan hukuman poton tangan adalah sepuluh dirham dan tidak boleh kurang dari itu. Segologan fuqaha, antara lain Ibnu Abu Laila dan Ibnu Syabramah, berpendapat bahwa hukuman potong tangan tidak dipergunakan pada jumlah yan kurang dari lima drham. Fuqaha Hijaz berpegangan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh malik dan Nafi’ dari Ibnu Umar ra.:

عن ابن عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قطع سارقا في مجن قيمته ثلاثة دراهم {رواه الجماعة
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Katanya, sesungguhnya rasulullah saw. Pernah memotong tanang seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak tiga dirham."

     Dan hadist  Aisyah ra yang di mauqufkan oleh malik dan di musnadkan oleh Bukhari dan Muslim kepada nabi di sebutkan.

عن عائشة رضيالله عنها قالت كان رسوالله صلى الله عليه وسلم يقطع السارق في ربع دينار فصاعدا   {رواه الجماعة الا ابى ماجة
Diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya, Rasulullah saw. Memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas".

     Fuqaha irak juga berpegangan pada hadist Ibnu Umar tersebut. Hanya saja, mereka menyatakan bahwa harga tirai besi itu adalah sepuluh dirham.  Banyak hadist yang diriwayatkan mengenai hal ini. Pendapat Ibnu Umar ra. Tentang harga tirai besi banyak ditentang oleh para sahabat yg menetapkan pada pencurian tirai besi itu terkena hadd potong tangan, seperti Ibnu Abbas ra. Dan lain-lainnya. Muhammad bin ishaq meriwayatkan dari Ayyub bin Musa dari Atha` dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Ibnu Abbas mengatakan harga tirai besi itu pada masa Rasulullah saw adalah 10 dirham. Fuqaha irak berpendapat, jika memang terjadi perbedaan pendapat tentang harga tirai besi, mka seharusnya had potong tangan dibatalkan kecuali berdasarkan keyakinan nilai barang yg dicuri mencapai nisab minimal.
     Pendapat terakhir ini baik andaikan tidak ada hadist aisyah tersebut. Yakni hadist yang menjadi argument syafi`I dalam masalah ini, yang menjadikan pokok penilaian tersebut, seperempat dinar. Bagi malik, hadist Ibnu Umar ra. Tersebut dikuatkan oleh hadist Utsman yang diriwayatkannya. Yaitu bahwa nabi SAW. Memotong tangan Karena pencurian buah jeruk sitrun yang nilainya 3 dirham.terhadap hadist Utsman, Syafi’I mengemukakan dalil bahwa harga pasar pada waktu itu adalah 12 dirham untuk 1 dinar. Dan penetapan hokum potong tangan pada 3 dirham lebih dapat menjamin keamanan harta. Sedangkan hukuman potong tangan pada 10 dirham masuk pada kriteria berlebihan dan terlalu menghormati harta yg bernilai sedikit, serta kurang menghargai kehormatan anggota tubuh.
     Penggabungan antara hadist Ibnu Umar ra. Hadist aisyah ra. Dan tindakan Utsman ra. Mungkin dapat dilakukan dalam madzhab Syafi’I tetapi tidak dalam madzhab yang lain. Jika ternyata penggabungan ini lebih utama dibandingkan tarjih, maka madzhab Syafi’I adalah madzhab yang lebih baik.

C.    Persyaratan Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri 
     Berdasarkan hadist di atas yang secera tegas mengungkapkan bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian, yaitu potong tangan dengan syarat sebagai berikut:
  1. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai ssatu nishab, yaitu kadar harta tertentu yang di tetapka oleh udang-undang.
  2. Barang curian itu dapat diperjualbelikan .
  3. Barang atau uang  yang dicuri bukan milik baitul mal.
  4. Pencuri usianya    cukup dewasa.
  5. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas  paksaan orang lain.
  6. Tidak dalam kondisi dilanda kerisis.
  7. Pencuri melakukan perbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.
  8. Korban pencurian bukan orang tua, dan bukan pula keluarga dekatnya.
  9. Pencuri buakn pembantu korbannya. Jika pembantu mencuri perhiasan.
  10. Ketentuan potong tangan, yaitu sebelah kiri. Jika ia masih melakukan untuk yang ke dua kalinya maka yang harus di potong adalah kaki sebelah kanan. Jika ia melakukn yang ke tiga kalinya maka yang harus di potong  adalah tangan kanannya. Jika dia melakukanyang ke empat kalinya maka yang harus di potong adalah kaki sebelah kirinya. Jika ia masih melakukannya yang kelima kalinya maka harus di jatuhkan hukuman mati.

D.    Penetapan Pencurian 
     Fuqaha sepakat bahwa pencuri dapat di tetapkan dengan dua orang saksi yang adil, dan pencurian itu dapat ditetapkan berdasarkan pengakuan orang merdeka. Jumhur fuqaha Amshar berpendapat bahwa pengakuannya terhadap dirinya sendiri itu mengharuskan dikenakannya had, tetapi tidak mengakibatkan dikenai hukuman mengganti kerugian. Zufah berpendapat bahwa pengakuan seorang hamba terhadap dirinya sendiri tidak mengakibatkan kematian atau pemotongan tangannya, Karena diri hamba itu hakekatnya adalah harta tuannya pendapat ini di kemukakan oleh syura’ih, Syafi’I, Qatadah dan segolongan fuqaha.
Jika kemudian pencuri mencabut kembali pengakuannya sehingga menimbulkan syubhat, maka pencabutan kembali pengakuan itu dapat diterima sedang apabila ia mencabutnya kembali tetapi tidak menimbulkan syubhat maka ada 2 riwayat dari malik.
     Demikianlah disebutkan oleh fuqaha Baghdad dari maliki. Dalam hal ini, pendapat fuqaha mutaakhirin ada rincian masalah yang tidak sesuai lagi dengan tujuan kami ini tetapi lebih sesuai dengan perincian-perincian masalah dalam mazhab.

Kesimpulan 
     Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta, ajaran islam bukanlah materialisme melainkan islam mengajarkan umat islam untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat islam yang ditetapkan oleh ALLAH swt. Dan Muhammad rasulullah saw. Memuat perangkat peraturan dalam hal memperoleh harta. Memperolah harta dengan cara yang haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain, mencari untung yang berlebihan, dan lain-lain harus dihindari oleh umat islam. Mengganggu atau merusak harta berarti mengganggu dan merusak system nilai yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Asas-asas pembinaan pengembangan perekonomian yang ditetapkan oleh syariat islam berlandasan atas prinsip suka sama suka, tidak merugikan sepihak, jujur, transparan, dan lain-lain.  Sebagai konsekuensi dari system dan tata aturan tentang bagaimana cara memperoleh atau mendapatkan harta, maka syariat islam menetapkan aturannya.
     Mengambil hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri , menunjukan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukuman potong tangan adalah pencuri professional, bukan pencuri iseng atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas pencuri bagi pencuri bertujuan antara lain sebagai berikut :
  1. Tindakan prefentiv itu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian mengingat hukumannya yang berat.
  2. Membuat para pencuri timbul rasa jera, sehingga dia tidak melakukan untuk kedua kalinya.
  3. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
  4. Menumbuhkan produktifitas melalui persaingan sehat.
  5. Tidak berlakunya hokum potong tangan terhadap pencuri yang melakukan tindak pidana pada musim paceklik, memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya mementingkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
Daftar Pustaka
  • Ali Zainuddin , H. 2007. Hukum Pidana Islam.  Palu: Sinar Grafika
  • Rusyd Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid Jilid 3. Jakarta: Pustaka Amani
  • Muslich Ahmad Wardi, H. 2004. Hukum Pidana Islam. Serang: Sinar Grafika
  • Hamidy Mu`ammal, Am Imron, Fanany Umar. 2005. Nailul Authar. Surabaya: PT Bina Ilmu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar