IBNU
SA’UD, nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Aziz Ibn “Abd al-Rahman Inb Faisal Ibn
Turki Ibn Allah Ibn Muhammad Ibn Sa’ud (1880-1953), pendiri kerajaan Arab Saudi
sekarang. Ketika ayahnya tidak berhasil meneruskan estafet kepemimpinan Saudi,
ia dan keluarganya meninggalkan kota Riyad menuju Kuwait untuk mencari suaka
politik. Di sana mereka mendapat perlindungan dari pemerintah Kuwait Mubarak
al-Sabah dab tinggal di kota ini selama sepuluh tahun.
Akhir abad 19 M dan awal abad 20 M, situasi disemenanjung Arab
sangat memanas. Karena terjadi persaingan dan pertikaian antar kerajaan Turki
Usmani dengan Inggris di Teluk. Paasa saat itu kerajaan Usmani akan menyerbu
Kuwait. Kondisi yang semakin gawat ini dimanfaatkan oleh Mubarak al-Sabah untuk
mendekati Inggris dalam menggalang dukungan. Di samping itu ia bekerjasama
dengan ‘Abd al-Rahman Ibn Faisal dan Puteranya ‘Abd al-Aziz, agar mendapatkan
dukungan dan bantuan dari suku Najd.
Pada tahun 1901 M
‘Abd al-Aziz bersama pemerintahan Kuwait mulai menyerang Riyad di bawah
pemerintahan Ibn al-Rasyid. Namun usaha itu belum berhasil, bahkan Mubarak
melarikan diri. Kemudian Ibn al-Rasyid membakar sebagian desa Najd sebagai
hukuman. Suku Najd sangat lamban dan lemah dalam memenuhi ajakan ‘Abd al-Aziz,
karena mereka disiksa oleh Ibn al-Rasyid dan setiap tempat tidak ada yang
terlepas dari pengawasannya. Sementara ‘Abd al-Aziz bersembunyi di padang
pasir. Akhirnya usaha yang diperjuangkan itu pun berhasil dan ia dapat merebut
kembali pemerintahannya di Riyad pada tanggal 3 Syawwal 1319 H (1902 M). Hal
ini memungkinkan bagi dia untuk mendirikan pemerintahan Saudi kembali, lalu ia
diangkat menjadi Imam oleh para pengikutnya. Namun demikian, ia lebih memilih
untuk menyerahkan otoritas keagamaan kepada ayahnya dan ia hanya mengabdikan
dirinya untuk mengatur dan memperluas daerahnya, melengkapai tujuannya dengan
mempromosikan ideologi Wahabi, pendidikan al-Qur’an, dakwah, dan khutbah di
masjid, mengirim da’i ke daerah-daerah terpencil dan lingkungan masyarakat
Baduwi, serta menjadikan Mazhab Hambali sebagai refrensi hukum negara. Ekspansi
yang dilakukan ke berbagai daerah sangat menakutkan para pemmimpin yang ada
disekitarnya. Beberapa kota telah berhasil ditaklukan dan dikuasainya seperti
Propinsi al-Hasa telah direbut dari tangan Turki pada tahun 1913, Emirat ‘Asir
dikuasai tahun1919 dan pemerintahan Hasyim di Hijaz pada tahun 1925. Bahkan
ekspansinya itu sampai ke daerah al-Kharj, al-Aflaj dan Dawasir.
‘Abd al-Aziz selalu memperkuat posisinya guna pengembangan dan
pembangunan negaranya. Pada tahun 1910, ia baru mulai memperhatikan bangsa dan
rakyatnya dengan mengadakan trasformasi pradaban dan perubahan sistem kehidupan
masyarakat. Rencana program yang dilakukan yaitu menempatkan orang Baduwi
supaya bertempat tinggal menetap di suatu daerah dan tidak berpindah-pindah
lagi. Mereka ini ditempatkan di daerah pertanian dengan menyediakan tanah yang
dilengkapi dengan sumber mata air. Di samping itu menyedian beberapa peralatan
pertanian dan memberikan wawasan dan pengarahan. Pemukiman baru itu disebut
dengan Hujar (Hujrah). Istilah ini berkaitan dengan hijrah Nabi
Muhammad SAW. dari Mekkah ke Madinah, atau berpindah dari daerah kafir ke
daerah muslim. Ia juga menyediakan seorang Syaikh untuk mendidik dan
mengajarkan pokok-pokok agama (Ushul al-Din), membaca dan menulis kepada
anak-anak mereka dan membekalinya dengan peradaban yang baik. Usaha itu
ternyata dapat merubah suku-suku Arab yang berpindah-pindah dan suka perang
menjadi suku baik, bekerja dan hidup menetap. Penduduk Hujar ini
kemudian menjadi tentara besar dan kemudian bergabung dengan tentara ‘Abd
al-Aziz dalam melaksanakan ekspansi. Mereka semua itu adalah bersaudara,
sehingga disebut dengan al-Ikhwan.
Ketika terjadi perang dunia pertama, ‘Abd al-Aziz merupakan
satu-satunya pemerintah yang tidak tunduk kepada kekuasaan asing. Namun ia
terkepung oleh dua kekuatan besar yaitu Turki dan Inggris. Karena wilayahnya
yang semakin luas itu menjadi berdampingan dengan kekuasaan Turki dan Inggris,
terutama setelah menguasai daerah al-Ihsan’ dan al-Qatif. Berdasarkan
kemampuan dan keberhasilannya tersebut, akhirnya ia dipanggil oleh Inggris
sebagai pemimpin Arab (siyadah al-‘Arab).
Pada tahun 1917 ibu kota kerajaan ‘Abd al-Aziz, Riyad menjadi pusat
kehidupan beragama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dengan pesat dan orang
yang telah berhasil diberi hadiah melalui upacara resmi di hadapan rakyat
banyak (public), orang-orang Islam wajib menghadiri shalat jamaah dan bagi yang
tidak ikut mendapatkan hukuman. Musik dan rokok dilarang, suara keras dipandang
tidak baik dan mengganggu orang lain. Kehidupan di ibu kota sangat ialami,
adanya kesesuaian antara tingkah laku masyarakat dengan idealisme orang Islam
dan pemerintah Wahabi. Setiap tingkah laku supaya diusahakan sesuai dengan
norma-norma Islam seperti yang dipahami oleh sarjana-sarjana Najd. Kecocokan
antara perilaku umat dengan ajaran Islam ini menjadi perhatian seluruh umat
yang ada dan harus dilakukan. Karena perbuatan atau tingkah laku itu sebagai
ekspresi (ungkapan) keimanan. Dengan demikian komunitas Muslim, seseorang dapat
melihat kualitas iman seseorang melalui aksi dan tindakan lahirnya. Oleh karena
itu opini publik yang berjalan di Najd adalah mengatur tingkah laku individu
agar sesuai dengan aturan secara terus menerus.
‘Abd al-Aziz dalam pemerintahanya menghidupkan kembali masyarakat
muslim (al-Mujtama’ al-Islami) dan mengajak rakyatnya untuk tunduk
kepada Tuhan serta menyesuaikan kehidupannya dengan hukum yang telah diturunkan
oleh Allah kepadaNya. Ideologi Wahabiyang dikembangkan telah menjadi identitas
nasional bagi rakyatnya, meski secara etnis mereka itu beerbeda. Dengan
mengklaim kepada hukum, ia juga harus ditaati dan dipandang sebagai pemerintah
Islam yang adil. Pengaruh ajaran Wahabi ini masih tampak dalam masyarakat
sampai sekarang, seperti dalam berpakaian, bertingkah laku dan shalat jamaah.
Adapun pengaruh yang paling menonjol adalah manifestasi etos sosial yaitu
tanggung jawab pemerintah untuk mengatur moral masyarakat, perilaku individu,
institusi dan bahkan pemerintah sendiri.
Keberhasilannya menguasai mekkah pada tahun 1925, menjadi perhatian
dunia Islam secara luas. Hal ini terjadi karena untuk menjaga agar umat Islam
yang berasal dari mazhab dan sekte lain tidak merasa terganggu dalam melakukan
ibadah haji. Orang Mesir, muslim India dan masyarakat muslim lainya berusaha
menjadikan al-haraman (Mekkah dan Madinah) di bawah penguasaan (hukum)
muslim internasional. Namun usaha itu gagal, dan selanjutnya ‘Abd al-Aziz
menjamin kepada kaum muslim dari mana saja, tanpa memandang mazhabnya, dapat
melaksanakan ibadah haji dengan aman dan tanpa gangguan.
Dalam melaksanakan perjuangannya, ‘Abd al-Aziz selalu menghadapi
kelompok-kelompok yang sangat berlainan seperti ekstrimis (mutasyaddid)
dan moderat (mutasamth), serta suku-suku yang keras dan kaku. Oleh
karena itu usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan mendapat serangan yang keras
dari ulama salaf dan muslim konscrvatif, bahkan ia juga dituduh sebagai pembuat
bid’ah dalam pemerintahan Saudi. Namun semua itu dapat diselsaikannya dengan
baik. Ia memperkenalkan telepon, telegraf, alat-alat tranfortasi yang beraneka
ragam seperti mobil sebagai alat pengangkutan dan untuk tujuan militer, alat
pengebur sumur, dan sarana-sarana kesehatan untuk membuat negara makmur, kaya
raya menjadi kenyataan setelah keluar sumber-sumber minyak pada tahun 1935, kemudian
diikuti dengan gerakan industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam memperbaiki bidang pemerintah
yaitu dengan mengambil para pakar atau
ahli dari berbagai negara Arab yang telah maju kemudian diberi tugas untuk
menangani urusan-urusan luar negri, kesehatan, peradaban dan lain-lain. Di
samping itu mengadakan training (prlatihan) untuk mengoprasikan alat-alat
modern dan perawatannya, dan mendirikan sekolah mekanik (teknik). Hal-hal
tersebut telah membawa kepada modernisasi infrastruktur arab Saudi. Dan secara
resmi kerajaan Arab Saudi dipklamirkan pada tanggal 13 September 1932 M (1351
H) dengan nama al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Sa’udiyah.
Segera setelah perang dunia ke II, ada sepekulasi yang terdengar di
lingkungan Arab untuk menghidupkan kembali gelar khalifah yang telah lama
ditinggalkan. Kandidat (calon) yang disebut-sebut adalah ‘Abd al-Aziz. Namun
ide tersebut tidak menjadi kenyataan. Akhirnya, ia meninggal dunia pada tahun
1953, dan kepemimpinan kerajaan selanjutnya dipegang oleh anak-anaknya.
Adapun usaha-usaha yang berkaitan dengan Baitullah, yaitu ketika ia
berkuasa segera mengangkat deputi (wakil) yang memimpin administrasi masjid
al-haram beserta tiga dewan administratif. Deputi ini sebagai pembuka pintu
Baitullah, yang sejak dulu dikenal dengan sadin. Salah satu tugas sadin
lainya yaitu momotong kain penutup Ka’bah yang lama (kiswah) lalu menjualnya
kepada jamaah haji setelah menunaikan haji, dan memasang kembali kain Ka’bah
(kiswah yang baru). Penjaga pintu Ka’bah (sadin)ini berasal dari
keturunan Syaibah. Sedangkan untuk bagian dalm masjid yang mengelilingi Ka’bah
dijaga oleh orang-orang dari Afrika. Mereka ini terkenal dengan sangat
menghormati, memuliakan dan mempunyai perhatian yang baik terhadap
tugas-tugasnya.
Pembangunan dan pelebaran masji al-Haram dan masjid al-Nabawi juga
dilaksanakan dalam masa pemerintahannya. Pada tahun 1344 H ‘Abd al-Aziz
memerintahkan kepada menteri wakaf untuk mengadakan perbaikan dan pembangunan
masjid al-haram baik sebelah dalam dan luarnya serta kempat sisinya, dengan
dilengkapi atap untuk menutupi hamparan halaman masjid tersebut. Di samping itu
melakukan pengecetan atap makm Ibrahim, memperbaiki bangunan yang menutupi
Zamzam, memperluas pintu (bab) Ibrahim. Pembangunan ini berakhir pada
bulan Rabi’ al-akhir 1347 H. Pada tahun 1948/1949 M, mikropon dan pengeras
suara digunakan untuk yang pertama kali di masjid al-Haram. Sedang untuk
pembangunan masjid al-Nabawi baru mulai dilaksanakan pasa tanggal 5 Syawwal
1370 H, untuk proses pemugarannya dan berakhir pada tahun 1372 H, dan peletakan
batu pertama dilakukan pada tanggal 13 Rabi al-awwal1373 H. Pembangunan masjid
al-Nabawi secara keseluruhan 12271m2 dan selsai pada tahun 1375 H. Dengan
demikian luas masjid al-Nabawi secara keseluruhan 16327m2. Di samping itu juga
dibangundua menara yaitu: satu terletak di sebelah timur laut dan yang satuladi
di barat laut dengan ketinggian 70 m; dan beberapa pntu (bab) yaitu: bab
‘Abd al-Aziz di sebelah timur laut, bab al-Majidi di bagian tengah dinding timur laut, bab Umar Ibn
al-Khattab sebelah barat laut, dan bab Sa’ud terdiri dari tiga pintu
besar di sebelah barat. Masjid tersebut juda sudah dilengkapi dengan sarana
penerangan (listrik).
Untuk meringankan para jamaah haji dan umrah dari terik matahari
yang sangat panas maka ditambahkan dan diperbanyak sumber mata air di Mekkah.
Usaha ini segera dilakukan setelah ia menguasai Hijaz (Mekkah dan Madinah). Di
Mekkah ia juha mendirikan dua pabrik pempuat es yang bertujuan untuk
menghilangkan kesusahan dan keberatan jamaah haji dan umrah. Dengan usaha
tersebut maka jamaah haji dan umrah itu merasa terobati dan lega. Sehingga
mereka dapat melaksanakan haji/umrah dengan baik. Pengeboran mata air (sumur
artetis) juga dilaksanakan di daerah lainseperti di tempat antara Jeddah dan
Mekkah. Oleh karena itu jamaah haji/umrah yang sedang menempuh perjalanan ke
Mekkah dapat beristirahat di tempat lain.
Ia juga melindungi tempat-tempat suci dan menjamin keamanan jamaah
haji serta barang bawaannya, memberantaseksploitasi dan menghilangkan
kekecewaan sebagaimana yang terjadi pada masa sebelumnya (pada masa
pemerintahan Usmani). Karena pada masa Usmani, orang-orang Baduwi selalu
meminta uang kepada setiap orang yang melintasi wilayahnya termasuk kepada
jamaah haji. Kebiasaan yang memberatkan jamaah haji/umrah tersebut dihilangkan
dan umatnya diajak untuk menjaga perdamaian dan keamanan. Untuk menjaga
kesehatan dan mencegah tersebarnya banyak penyakit baik bagi masyarakat maupun
jamaah haji dibentuklah kementerian kesehatan, sebuah organisasi yangmengurusi
lembaga kesehatan serta dibuka kembali rumah sakit Ajdyad dengan 275 tempat
tidur yang dilengkapi dengan sebuah kamar periksa (operasi), sinar X dan
fasilitas-fasilitas modern lainnya. Pelayanan medis seperti ini juga terdapat
di Madinah dan pada tahun 1937 didirikan sebuah rumah sakit di sana. Selama
bulan haji, disediakan juga makanan dan minuman yang cukup unutuk memenuhi
kebutuha jamaah haji tersebut. Untuk memperlancar proses perjalanan jamaah haji
maka diputuskan untuk menggunakan mobil sebagai sarana trasportasi dan
ditentukan pula ongkos perjalan yang layak antara tempat-tempat suci, dan
sebagai sarana informasi haji didirikan setasiun radio di Jeddah yang
menghubungkan diri dengan Mekkah dan pusat-pusat haji lainnya dengan membentuk
stasiun trasnmisi. ‘Abd al-Aziz mempunyai keinginan yang kuat untuk memberikan
berbagai fasilitas dan kemudahan kepada jamaah haji dari berbagai penjuru
dunia. Sehingga sebanyak 27 waktu haji pada masa pemerintahannya tidak pernah
terjadi peristiwa atau kejadian yang besar sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar