Jumat, 15 Juni 2012

Sejarah Singkat Ibnu Sa'ud

IBNU SA’UD, nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Aziz Ibn “Abd al-Rahman Inb Faisal Ibn Turki Ibn Allah Ibn Muhammad Ibn Sa’ud (1880-1953), pendiri kerajaan Arab Saudi sekarang. Ketika ayahnya tidak berhasil meneruskan estafet kepemimpinan Saudi, ia dan keluarganya meninggalkan kota Riyad menuju Kuwait untuk mencari suaka politik. Di sana mereka mendapat perlindungan dari pemerintah Kuwait Mubarak al-Sabah dab tinggal di kota ini selama sepuluh tahun.

Akhir abad 19 M dan awal abad 20 M, situasi disemenanjung Arab sangat memanas. Karena terjadi persaingan dan pertikaian antar kerajaan Turki Usmani dengan Inggris di Teluk. Paasa saat itu kerajaan Usmani akan menyerbu Kuwait. Kondisi yang semakin gawat ini dimanfaatkan oleh Mubarak al-Sabah untuk mendekati Inggris dalam menggalang dukungan. Di samping itu ia bekerjasama dengan ‘Abd al-Rahman Ibn Faisal dan Puteranya ‘Abd al-Aziz, agar mendapatkan dukungan dan bantuan dari suku Najd.

Pada tahun 1901 M ‘Abd al-Aziz bersama pemerintahan Kuwait mulai menyerang Riyad di bawah pemerintahan Ibn al-Rasyid. Namun usaha itu belum berhasil, bahkan Mubarak melarikan diri. Kemudian Ibn al-Rasyid membakar sebagian desa Najd sebagai hukuman. Suku Najd sangat lamban dan lemah dalam memenuhi ajakan ‘Abd al-Aziz, karena mereka disiksa oleh Ibn al-Rasyid dan setiap tempat tidak ada yang terlepas dari pengawasannya. Sementara ‘Abd al-Aziz bersembunyi di padang pasir. Akhirnya usaha yang diperjuangkan itu pun berhasil dan ia dapat merebut kembali pemerintahannya di Riyad pada tanggal 3 Syawwal 1319 H (1902 M). Hal ini memungkinkan bagi dia untuk mendirikan pemerintahan Saudi kembali, lalu ia diangkat menjadi Imam oleh para pengikutnya. Namun demikian, ia lebih memilih untuk menyerahkan otoritas keagamaan kepada ayahnya dan ia hanya mengabdikan dirinya untuk mengatur dan memperluas daerahnya, melengkapai tujuannya dengan mempromosikan ideologi Wahabi, pendidikan al-Qur’an, dakwah, dan khutbah di masjid, mengirim da’i ke daerah-daerah terpencil dan lingkungan masyarakat Baduwi, serta menjadikan Mazhab Hambali sebagai refrensi hukum negara. Ekspansi yang dilakukan ke berbagai daerah sangat menakutkan para pemmimpin yang ada disekitarnya. Beberapa kota telah berhasil ditaklukan dan dikuasainya seperti Propinsi al-Hasa telah direbut dari tangan Turki pada tahun 1913, Emirat ‘Asir dikuasai tahun1919 dan pemerintahan Hasyim di Hijaz pada tahun 1925. Bahkan ekspansinya itu sampai ke daerah al-Kharj, al-Aflaj dan Dawasir.

‘Abd al-Aziz selalu memperkuat posisinya guna pengembangan dan pembangunan negaranya. Pada tahun 1910, ia baru mulai memperhatikan bangsa dan rakyatnya dengan mengadakan trasformasi pradaban dan perubahan sistem kehidupan masyarakat. Rencana program yang dilakukan yaitu menempatkan orang Baduwi supaya bertempat tinggal menetap di suatu daerah dan tidak berpindah-pindah lagi. Mereka ini ditempatkan di daerah pertanian dengan menyediakan tanah yang dilengkapi dengan sumber mata air. Di samping itu menyedian beberapa peralatan pertanian dan memberikan wawasan dan pengarahan. Pemukiman baru itu disebut dengan Hujar (Hujrah). Istilah ini berkaitan dengan hijrah Nabi Muhammad SAW. dari Mekkah ke Madinah, atau berpindah dari daerah kafir ke daerah muslim. Ia juga menyediakan seorang Syaikh untuk mendidik dan mengajarkan pokok-pokok agama (Ushul al-Din), membaca dan menulis kepada anak-anak mereka dan membekalinya dengan peradaban yang baik. Usaha itu ternyata dapat merubah suku-suku Arab yang berpindah-pindah dan suka perang menjadi suku baik, bekerja dan hidup menetap. Penduduk Hujar ini kemudian menjadi tentara besar dan kemudian bergabung dengan tentara ‘Abd al-Aziz dalam melaksanakan ekspansi. Mereka semua itu adalah bersaudara, sehingga disebut dengan al-Ikhwan.

Ketika terjadi perang dunia pertama, ‘Abd al-Aziz merupakan satu-satunya pemerintah yang tidak tunduk kepada kekuasaan asing. Namun ia terkepung oleh dua kekuatan besar yaitu Turki dan Inggris. Karena wilayahnya yang semakin luas itu menjadi berdampingan dengan kekuasaan Turki dan Inggris, terutama setelah menguasai daerah al-Ihsan’ dan al-Qatif. Berdasarkan kemampuan dan keberhasilannya tersebut, akhirnya ia dipanggil oleh Inggris sebagai pemimpin Arab (siyadah al-‘Arab).

Pada tahun 1917 ibu kota kerajaan ‘Abd al-Aziz, Riyad menjadi pusat kehidupan beragama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dengan pesat dan orang yang telah berhasil diberi hadiah melalui upacara resmi di hadapan rakyat banyak (public), orang-orang Islam wajib menghadiri shalat jamaah dan bagi yang tidak ikut mendapatkan hukuman. Musik dan rokok dilarang, suara keras dipandang tidak baik dan mengganggu orang lain. Kehidupan di ibu kota sangat ialami, adanya kesesuaian antara tingkah laku masyarakat dengan idealisme orang Islam dan pemerintah Wahabi. Setiap tingkah laku supaya diusahakan sesuai dengan norma-norma Islam seperti yang dipahami oleh sarjana-sarjana Najd. Kecocokan antara perilaku umat dengan ajaran Islam ini menjadi perhatian seluruh umat yang ada dan harus dilakukan. Karena perbuatan atau tingkah laku itu sebagai ekspresi (ungkapan) keimanan. Dengan demikian komunitas Muslim, seseorang dapat melihat kualitas iman seseorang melalui aksi dan tindakan lahirnya. Oleh karena itu opini publik yang berjalan di Najd adalah mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan aturan secara terus menerus.

‘Abd al-Aziz dalam pemerintahanya menghidupkan kembali masyarakat muslim (al-Mujtama’ al-Islami) dan mengajak rakyatnya untuk tunduk kepada Tuhan serta menyesuaikan kehidupannya dengan hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepadaNya. Ideologi Wahabiyang dikembangkan telah menjadi identitas nasional bagi rakyatnya, meski secara etnis mereka itu beerbeda. Dengan mengklaim kepada hukum, ia juga harus ditaati dan dipandang sebagai pemerintah Islam yang adil. Pengaruh ajaran Wahabi ini masih tampak dalam masyarakat sampai sekarang, seperti dalam berpakaian, bertingkah laku dan shalat jamaah. Adapun pengaruh yang paling menonjol adalah manifestasi etos sosial yaitu tanggung jawab pemerintah untuk mengatur moral masyarakat, perilaku individu, institusi dan bahkan pemerintah sendiri. 

Keberhasilannya menguasai mekkah pada tahun 1925, menjadi perhatian dunia Islam secara luas. Hal ini terjadi karena untuk menjaga agar umat Islam yang berasal dari mazhab dan sekte lain tidak merasa terganggu dalam melakukan ibadah haji. Orang Mesir, muslim India dan masyarakat muslim lainya berusaha menjadikan al-haraman (Mekkah dan Madinah) di bawah penguasaan (hukum) muslim internasional. Namun usaha itu gagal, dan selanjutnya ‘Abd al-Aziz menjamin kepada kaum muslim dari mana saja, tanpa memandang mazhabnya, dapat melaksanakan ibadah haji dengan aman dan tanpa gangguan.

Dalam melaksanakan perjuangannya, ‘Abd al-Aziz selalu menghadapi kelompok-kelompok yang sangat berlainan seperti ekstrimis (mutasyaddid) dan moderat (mutasamth), serta suku-suku yang keras dan kaku. Oleh karena itu usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan mendapat serangan yang keras dari ulama salaf dan muslim konscrvatif, bahkan ia juga dituduh sebagai pembuat bid’ah dalam pemerintahan Saudi. Namun semua itu dapat diselsaikannya dengan baik. Ia memperkenalkan telepon, telegraf, alat-alat tranfortasi yang beraneka ragam seperti mobil sebagai alat pengangkutan dan untuk tujuan militer, alat pengebur sumur, dan sarana-sarana kesehatan untuk membuat negara makmur, kaya raya menjadi kenyataan setelah keluar sumber-sumber minyak pada tahun 1935, kemudian diikuti dengan gerakan industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam memperbaiki bidang pemerintah yaitu dengan  mengambil para pakar atau ahli dari berbagai negara Arab yang telah maju kemudian diberi tugas untuk menangani urusan-urusan luar negri, kesehatan, peradaban dan lain-lain. Di samping itu mengadakan training (prlatihan) untuk mengoprasikan alat-alat modern dan perawatannya, dan mendirikan sekolah mekanik (teknik). Hal-hal tersebut telah membawa kepada modernisasi infrastruktur arab Saudi. Dan secara resmi kerajaan Arab Saudi dipklamirkan pada tanggal 13 September 1932 M (1351 H) dengan nama al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Sa’udiyah.

Segera setelah perang dunia ke II, ada sepekulasi yang terdengar di lingkungan Arab untuk menghidupkan kembali gelar khalifah yang telah lama ditinggalkan. Kandidat (calon) yang disebut-sebut adalah ‘Abd al-Aziz. Namun ide tersebut tidak menjadi kenyataan. Akhirnya, ia meninggal dunia pada tahun 1953, dan kepemimpinan kerajaan selanjutnya dipegang oleh anak-anaknya.

Adapun usaha-usaha yang berkaitan dengan Baitullah, yaitu ketika ia berkuasa segera mengangkat deputi (wakil) yang memimpin administrasi masjid al-haram beserta tiga dewan administratif. Deputi ini sebagai pembuka pintu Baitullah, yang sejak dulu dikenal dengan sadin. Salah satu tugas sadin lainya yaitu momotong kain penutup Ka’bah yang lama (kiswah) lalu menjualnya kepada jamaah haji setelah menunaikan haji, dan memasang kembali kain Ka’bah (kiswah yang baru). Penjaga pintu Ka’bah (sadin)ini berasal dari keturunan Syaibah. Sedangkan untuk bagian dalm masjid yang mengelilingi Ka’bah dijaga oleh orang-orang dari Afrika. Mereka ini terkenal dengan sangat menghormati, memuliakan dan mempunyai perhatian yang baik terhadap tugas-tugasnya.

Pembangunan dan pelebaran masji al-Haram dan masjid al-Nabawi juga dilaksanakan dalam masa pemerintahannya. Pada tahun 1344 H ‘Abd al-Aziz memerintahkan kepada menteri wakaf untuk mengadakan perbaikan dan pembangunan masjid al-haram baik sebelah dalam dan luarnya serta kempat sisinya, dengan dilengkapi atap untuk menutupi hamparan halaman masjid tersebut. Di samping itu melakukan pengecetan atap makm Ibrahim, memperbaiki bangunan yang menutupi Zamzam, memperluas pintu (bab) Ibrahim. Pembangunan ini berakhir pada bulan Rabi’ al-akhir 1347 H. Pada tahun 1948/1949 M, mikropon dan pengeras suara digunakan untuk yang pertama kali di masjid al-Haram. Sedang untuk pembangunan masjid al-Nabawi baru mulai dilaksanakan pasa tanggal 5 Syawwal 1370 H, untuk proses pemugarannya dan berakhir pada tahun 1372 H, dan peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 13 Rabi al-awwal1373 H. Pembangunan masjid al-Nabawi secara keseluruhan 12271m2 dan selsai pada tahun 1375 H. Dengan demikian luas masjid al-Nabawi secara keseluruhan 16327m2. Di samping itu juga dibangundua menara yaitu: satu terletak di sebelah timur laut dan yang satuladi di barat laut dengan ketinggian 70 m; dan beberapa pntu (bab) yaitu: bab ‘Abd al-Aziz di sebelah timur laut, bab al-Majidi di bagian tengah   dinding timur laut, bab Umar Ibn al-Khattab sebelah barat laut, dan bab Sa’ud terdiri dari tiga pintu besar di sebelah barat. Masjid tersebut juda sudah dilengkapi dengan sarana penerangan (listrik).

Untuk meringankan para jamaah haji dan umrah dari terik matahari yang sangat panas maka ditambahkan dan diperbanyak sumber mata air di Mekkah. Usaha ini segera dilakukan setelah ia menguasai Hijaz (Mekkah dan Madinah). Di Mekkah ia juha mendirikan dua pabrik pempuat es yang bertujuan untuk menghilangkan kesusahan dan keberatan jamaah haji dan umrah. Dengan usaha tersebut maka jamaah haji dan umrah itu merasa terobati dan lega. Sehingga mereka dapat melaksanakan haji/umrah dengan baik. Pengeboran mata air (sumur artetis) juga dilaksanakan di daerah lainseperti di tempat antara Jeddah dan Mekkah. Oleh karena itu jamaah haji/umrah yang sedang menempuh perjalanan ke Mekkah dapat beristirahat di tempat lain.

Ia juga melindungi tempat-tempat suci dan menjamin keamanan jamaah haji serta barang bawaannya, memberantaseksploitasi dan menghilangkan kekecewaan sebagaimana yang terjadi pada masa sebelumnya (pada masa pemerintahan Usmani). Karena pada masa Usmani, orang-orang Baduwi selalu meminta uang kepada setiap orang yang melintasi wilayahnya termasuk kepada jamaah haji. Kebiasaan yang memberatkan jamaah haji/umrah tersebut dihilangkan dan umatnya diajak untuk menjaga perdamaian dan keamanan. Untuk menjaga kesehatan dan mencegah tersebarnya banyak penyakit baik bagi masyarakat maupun jamaah haji dibentuklah kementerian kesehatan, sebuah organisasi yangmengurusi lembaga kesehatan serta dibuka kembali rumah sakit Ajdyad dengan 275 tempat tidur yang dilengkapi dengan sebuah kamar periksa (operasi), sinar X dan fasilitas-fasilitas modern lainnya. Pelayanan medis seperti ini juga terdapat di Madinah dan pada tahun 1937 didirikan sebuah rumah sakit di sana. Selama bulan haji, disediakan juga makanan dan minuman yang cukup unutuk memenuhi kebutuha jamaah haji tersebut. Untuk memperlancar proses perjalanan jamaah haji maka diputuskan untuk menggunakan mobil sebagai sarana trasportasi dan ditentukan pula ongkos perjalan yang layak antara tempat-tempat suci, dan sebagai sarana informasi haji didirikan setasiun radio di Jeddah yang menghubungkan diri dengan Mekkah dan pusat-pusat haji lainnya dengan membentuk stasiun trasnmisi. ‘Abd al-Aziz mempunyai keinginan yang kuat untuk memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan kepada jamaah haji dari berbagai penjuru dunia. Sehingga sebanyak 27 waktu haji pada masa pemerintahannya tidak pernah terjadi peristiwa atau kejadian yang besar sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar