Awal munculnya gerakan Salafi
bertujuan untuk menghidupkan kembali metode pemikiran dan tradisi Sahabat Nabi
Muhammad Saw. dan para Tabi'in. Mereka belum berkenalan dengan renungan-renungan
falsafi. Oleh karena itu, rumusan-rumusan akidah yang mereka pegang tidak lebih
dari apa yang tertera dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Para Ulama yang berusaha
menghidupkan kembali metode pemikiran dan tradisi Sahabat dan Tabi'in itu,
dalam pemikiran Islam sering disebut juga dengan Salafiyyah dan Salafiyyin.
Mereka dalah golongan pengikut Imam Ahmad Ibn Hanbal dan memandang imam
tersebut sebagai tokoh yang sangat teguh bertahan pada pendirian Salaf.
Gerakan
Salafiyyah muncul diabad ke 4 Hijriyah. Kemudian muncul lagi gerakan penerus
Salafiyyah pada adab ke 7 Hijriyah yang dimotori oleh Syaikh al-Islam Ibn
Taymiyyah. Gerakan ini kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Ibn 'Abd al- Wahhab
di Jazirah Arab pada abad ke 12 Hijriyah. Karena terjadi countinuity and change
pada gerakan Salafiyyah ini, maka perlu dijelaskan dalam tulisan, karena
berkaitan erat dengan dengan pemikiran Islam.
Metode yang digunakan oleh kaum
Salafiyyah dalam menjelaskan akidah Islam adalah metode yang digunakan oleh
para Sahabat dan Tabi'in. Mereka hanya mengambil akidah mereka dari Al-Qur'an
dan Sunnah. Metode ini tentu bertolak belakang dengan dengan metode yang digunakan kaum Mu'tazilah yang
menggunakan metode falsafi untuk menjelaskan dan membela akidah Islma.
Menurut Ibrahim Madkur, para
Salafiyyah awal adalah 'Abdullah Ibn 'Abbas (wafat 68 H), 'Abdullah Ibn 'Umar (wafat
74 H), Al-Zuhriy (wafat 124 H), Ja'far al-Shadiq (wafat 124 H), dan empat imam
mazhab dalam fiqh, yaitu Abu Hanifah (wafat 241 H), Malik Ibn Anas (wafat 179 H),
Imam Syafi'i (wafat 204 H), dan Ahmad Ibn Hanbal (wafat 241 H).
Ajaran Dasar Kaum Salaf
Orang Islam harus berakidah dan
beribadah seperti apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan dari
kesepakatan para Salafiyyah, tidak boleh melebihi dan juga tidak boleh
mengurangi. Selain itu, dalam pandangannya, akal dapat mengetahui secar
dharuriy (secara pasti) bahwalah mesti ada mawjud yang qadim, yang tidak perlu
kepada selain diri-Nya. Wujud, menurut ada dua, yaitu yang wajib dan yang
mumkin. Nama-nama Tuhan, kendati sama dengan yang dinisbatkan kepada makhluk,
hanyalah sama sebutan dan nama, tetapi hal itu tidak menghendaki persamaan
Tuhan dengan makhluk-Nya.
Oleh karena itu, kita harus menetapkan (itsbat) tanpa
menyamakan (bila tamtsil) dan harus menyucikan (tanzih) tanpa meniadakan (bila
ta'thil). Mengambil arti lahir dari nas-nas Al-Qur'an dan Hadit Nabi, kata Ibnu
Taymiyyah, tidaklah berarti mengambil pengertian menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya.
Iman dalam pandangan Salaf, menurut Ibn Taymiyyah, adalah perkataan lidah,
keyakinan Hati, dan perbuatan anggota badan. Iman bertambah karena ketaatan,
dan berkurang karena kedurhakaan (melakukan dosa atau maksiat). Maka orang
mukmin yang melakukan dosa besar adalah Mukmin yang kurang Imannya. Mengenai
perbuatan Tuhan, pandangan Ibn Taymiyyah lebih dekat dengan pandangan
Mu'tazilah, karena ia mengatakan bahwa Tuhan hanya melakukan perebuatan yang
baik (al-shalah) dan berdasarkan hikmah tertentu wajib menjaga kemaslahatan
manusia. Sedangkan keburukan yang terjadi dialam ini, tidak boleh dihubungkan
dengan Allah. Ini berdasarkan ayat Al-Qur'an :
مّا أصابك من
حسنة فمن الله وما أصابك من سيّئة فمن نّفسك وأرسلنك للنّاس رسولا وكفى بالله
شهيدا
"Apa saja nikmay yang kamu peroleh adalah dari Allah, adan apa saja
bencana yang menimpa, maka dari (kesalahan) darimu sendiri. Kami mengutusmu
menjadi Rasul kepada segenap manusia, dan cukuplah Allah menjadi saksi" (Q.S
Al-Nisa : 79)
Tentang perbuatan manusia, menurut Ibn Taymiyyah, manusia adalah pelaku
hakiki bagi perbuatannya, ia berbuat dengan ikhlas, masyiah, ridha, dan iradah,
Tuhan yang menciptakan kemauan, kekuatan, kehendak, dan perbuatan yang menjadi
milik manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar