Minggu, 03 Juni 2012

Arti Golongan Salafi

     Awal munculnya gerakan Salafi bertujuan untuk menghidupkan kembali metode pemikiran dan tradisi Sahabat Nabi Muhammad Saw. dan para Tabi'in. Mereka belum berkenalan dengan renungan-renungan falsafi. Oleh karena itu, rumusan-rumusan akidah yang mereka pegang tidak lebih dari apa yang tertera dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Para Ulama yang berusaha menghidupkan kembali metode pemikiran dan tradisi Sahabat dan Tabi'in itu, dalam pemikiran Islam sering disebut juga dengan Salafiyyah dan Salafiyyin. Mereka dalah golongan pengikut Imam Ahmad Ibn Hanbal dan memandang imam tersebut sebagai tokoh yang sangat teguh bertahan pada pendirian Salaf. 

     Gerakan Salafiyyah muncul diabad ke 4 Hijriyah. Kemudian muncul lagi gerakan penerus Salafiyyah pada adab ke 7 Hijriyah yang dimotori oleh Syaikh al-Islam Ibn Taymiyyah. Gerakan ini kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Ibn 'Abd al- Wahhab di Jazirah Arab pada abad ke 12 Hijriyah. Karena terjadi countinuity and change pada gerakan Salafiyyah ini, maka perlu dijelaskan dalam tulisan, karena berkaitan erat dengan dengan pemikiran Islam.

     Metode yang digunakan oleh kaum Salafiyyah dalam menjelaskan akidah Islam adalah metode yang digunakan oleh para Sahabat dan Tabi'in. Mereka hanya mengambil akidah mereka dari Al-Qur'an dan Sunnah. Metode ini tentu bertolak belakang dengan dengan  metode yang digunakan kaum Mu'tazilah yang menggunakan metode falsafi untuk menjelaskan dan membela akidah Islma.

    Menurut Ibrahim Madkur, para Salafiyyah awal adalah 'Abdullah Ibn 'Abbas (wafat 68 H), 'Abdullah Ibn 'Umar (wafat 74 H), Al-Zuhriy (wafat 124 H), Ja'far al-Shadiq (wafat 124 H), dan empat imam mazhab dalam fiqh, yaitu Abu Hanifah (wafat 241 H), Malik Ibn Anas (wafat 179 H), Imam Syafi'i (wafat 204 H), dan Ahmad Ibn Hanbal (wafat 241 H).

Ajaran Dasar Kaum Salaf

     Orang Islam harus berakidah dan beribadah seperti apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan dari kesepakatan para Salafiyyah, tidak boleh melebihi dan juga tidak boleh mengurangi. Selain itu, dalam pandangannya, akal dapat mengetahui secar dharuriy (secara pasti) bahwalah mesti ada mawjud yang qadim, yang tidak perlu kepada selain diri-Nya. Wujud, menurut ada dua, yaitu yang wajib dan yang mumkin. Nama-nama Tuhan, kendati sama dengan yang dinisbatkan kepada makhluk, hanyalah sama sebutan dan nama, tetapi hal itu tidak menghendaki persamaan Tuhan dengan makhluk-Nya. 

    Oleh karena itu, kita harus menetapkan (itsbat) tanpa menyamakan (bila tamtsil) dan harus menyucikan (tanzih) tanpa meniadakan (bila ta'thil). Mengambil arti lahir dari nas-nas Al-Qur'an dan Hadit Nabi, kata Ibnu Taymiyyah, tidaklah berarti mengambil pengertian menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Iman dalam pandangan Salaf, menurut Ibn Taymiyyah, adalah perkataan lidah, keyakinan Hati, dan perbuatan anggota badan. Iman bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kedurhakaan (melakukan dosa atau maksiat). Maka orang mukmin yang melakukan dosa besar adalah Mukmin yang kurang Imannya. Mengenai perbuatan Tuhan, pandangan Ibn Taymiyyah lebih dekat dengan pandangan Mu'tazilah, karena ia mengatakan bahwa Tuhan hanya melakukan perebuatan yang baik (al-shalah) dan berdasarkan hikmah tertentu wajib menjaga kemaslahatan manusia. Sedangkan keburukan yang terjadi dialam ini, tidak boleh dihubungkan dengan Allah. Ini berdasarkan ayat Al-Qur'an :

مّا أصابك من حسنة فمن الله وما أصابك من سيّئة فمن نّفسك وأرسلنك للنّاس رسولا وكفى بالله شهيدا
"Apa saja nikmay yang kamu peroleh adalah dari Allah, adan apa saja bencana yang menimpa, maka dari (kesalahan) darimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia, dan cukuplah Allah menjadi saksi" (Q.S Al-Nisa : 79)

    Tentang perbuatan manusia, menurut Ibn Taymiyyah, manusia adalah pelaku hakiki bagi perbuatannya, ia berbuat dengan ikhlas, masyiah, ridha, dan iradah, Tuhan yang menciptakan kemauan, kekuatan, kehendak, dan perbuatan yang menjadi milik manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar