A. HUKUM ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL
Pada saat Belanda menginjakkan kakinya di Nusantara, telah
ada lembaga tata negara dan lembaga tata hukum atau dengan kata lain telah
tercipta hukum di bumi Nusantara yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri
yang kemudian disebut dengan hukum adat sebelum Belanda menjajah bumi Nusantara.
Hazairin menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana
penjara.Menurut Supomo pada tiap pelanggaran hukum para penegak hukum mencari
bagaimana bagaimana mengembalikan keseimbangan yang terganggu itu. Mungkin
hanya berupa pembayaran sejumlah uang yang sama dengan pelunasan utang atau
ganti kerugian.[1]
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia sering
digantungkan pada kekuasaan Tuhan. Di daerah Wajo dahulu dikenal cara
pembuktian dengam membuat asap pada guci abu raja yang dianggap paling adil dan
bijaksana (Puang ri Magalatung).
Kemana asap itu mengarah pihak itulah yang dianggap paling benar. Sistem
pemidanaannya pun sangat sederhana. Mulai dari pembayaran ganti kerugian sampai
ri ule bawi (kedua kaki dan tangannya
diikat lalu diselipkan sebilah bambu) lalu dipikul keliling kampung untuk
dipertunjukkan.[2]
Bentuk-bentuk sanksi hukum adat dihimpun dalam Pandecten Van het Adatrecht bagian x
yang disebut juga dalam buku Supomo yaitu sebagai berikut :[3]