Senin, 08 September 2014

Siapkah Kita Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)



Latar Belakang
PERLU diketahui bahwa pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 bukanlah sebuah proyek ”mercusuar” tanpa roadmap[1] yang jelas. MEA 2015 adalah proyek yang telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN dengan visi yang kuat.
MEA 2015 hanyalah salah satu pilar dari 10 visi mewujudkan ASEAN Community. Kesepuluh pilar visi ASEAN Community tersebut adalah outward looking, economic integration, harmonious environment, prosperity, caring societies, common regional identity, living in peace, stability, democratic, dan shared cultural heritage (Kementerian Luar Negeri, 2014). Dengan kata lain, keliru bila ada anggapan bahwa MEA 2015 adalah ambisi Indonesia dari pemerintah yang tidak jelas arahnya.
Sejak dulu Indonesia memang sangat aktif memperjuangkan ASEAN sebagai masyarakat yang ”satu”. Ini antara lain dapat diidentifikasi dari pidato Presiden Soeharto pada pembukaan Sidang Umum MPR, 16 Agustus 1966 yang mengatakan, ”Indonesia perlu memperluas kerja sama Maphilindo untuk menciptakan Asia Tenggara menjadi kawasan yang memiliki kerja sama multisektor seperti ekonomi, teknologi, dan budaya.
Dengan terintegrasinya kawasan Asia Tenggara, kawasan ini akan mampu menghadapi tantangan dan intervensi dari luar, baik secara ekonomi maupun militer,” CPF Luhulima, Jakarta Post, 7 Februari 2013. Dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah inisiator dari terbentuk integrasi kawasan ASEAN. Hanya, perjalanan setiap negara dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ASEAN yang terintegrasi ini berbeda- beda.

Ada negara yang dengan cepat bisa mempersiapkan diri, namun ada juga negara yang terlambat. Karakteristik, ukuran ekonomi, dan permasalahan yang dihadapi setiap negara yang berbeda juga turut memengaruhi kecepatan setiap negara dalam mempersiapkan diri menghadap MEA 2015.
Singapura adalah negara ASEAN yang dapat dikatakan paling siap menghadapi MEA 2015. Meski tidak yang paling tertinggal, Indonesia masih perlu kerja ekstra untuk menghadapi MEA 2015 ini.
Pengertian MEA
Menurut Staf Direktorat Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan, Astari Wirastuti, saat ini Indonesia tengah berada pada arus perdagangan global. Untuk itu, pihaknya menghimbau agar para pelaku UKM bersiap dan berani bersaing dengan produk dari negara lain. Menurutnya, menutup diri dari dunia yang dinamis bukanlah pilihan terbaik.
Sebelum itu, ada baiknya kita mengetahui apa yang bisa dilakukan para pelaku UKM dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini?
  1. Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
Menurut Tari, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam perjalanannya ke negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
  1. Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial[2] di bawah skema ASEAN-FTA (Free Trade Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial dokumen seperti tagihan, delivery order[3], atau packaging list[4].
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam melakukan ekspansi ke negara-negara anggota ASEAN lainnya.
  1. Harmonisasi Standar Produk
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis produk, namun ASEAN akan memberlakukan sistem yang meminta masing-masing industri agar sesuai dengan standar kualitas mereka.
Hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang menjadi prioritas mereka.
Ø  Produk karet
Ø  Obat tradisional
Ø  Kosmetik
Ø  Pariwisata
Ø  Sayur dan buah segar
Ø  Udang dan budidaya perikanan
Ø  Ternak
Selain ketiga hal di atas, Tadi juga menjelaskan bahwa ia dan pemerintah akan mendukung program globalisasi UKM, seperti:
Ø  Mencari pasar baru di luar negeri
Ø  Promosi ekspor
Ø  Delegasi promosi perdagangan
Ø  Mendorong spesialisasi dalam memperluas pasar luar negeri
Ø  Mendukung pencapaian standar internasional
Ø  Mendukung pengembangan global brand
Ø  Memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik untuk mengekspor produknya
Ya, masih banyaknya anggapan tentang merek luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit pelaku UKM, padahal tidak sepenuhnya begitu.
Untuk itu, tiap UKM harus memperbaiki kualitas produknya agar semua konsumen bisa bangga dengan kualitasnya. Pemerintah juga dirasa perlu untuk terus mengedukasi masyarakat agar cinta terhadap produk lokal, dan masyarakat juga perlu menghilangkan persepsi yang kerap menilai buruk merek lokal.
Apakah Indonesia sudah siap untuk menghadapi MEA?
Sumber Daya Manusia
Sementara data lain menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan. Data ini dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri.
Berangkat dari asumsi jumlah penduduk tadi, jika kita menggunakan data pertumbuhan penduduk indonesia yang dikeluarkan oleh bank dunia, yakni 1.49% per tahun, maka jumlah penduduk indonesia tahun 2014 ini akan menjadi 252.124.458 jiwa
Wakil  Menteri PANRB Eko Prasojo mengatakan, jumlah PNS di Indonesia saat ini 4,5 juta harus melayani 244,8 juta jiwa, rasionya 1,83%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data tenaga kerja Indonesia terbaru pada Februari 2014. Dalam catatan itu, jumlah orang yang bekerja di Indonesia 118,17 juta orang.
Terdiri dari lulusan SD ke bawah yang mencapai 55,3 juta orang atau mencapai 46,80 persen, Sedangkan pekerja lulusan SMP terbanyak kedua sebanyak 21,1 juta atau sekitar 17,82 persen, lulusan SMA meningkat menjadi 18,91 juta orang dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 17,95 juta orang. Namun, lulusan diploma sedikit menurun dari 3,25 juta orang di Februari 2013 menjadi 3,13 juta orang Februari 2014, pekerja lulusan universitas memang ada sedikit peningkatan di Februari 2014. Pekerja lulusan universitas meningkat menjadi 8,85 juta orang. Angka ini sedikit naik dibanding Februari 2013 yang hanya 8,07 juta orang.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan, jumlah penganggur berusia 15-24 tahun pada tahun 2012 mencapai 75 juta orang, naik dari 74,9 juta orang tahun 2011. Adapun di Indonesia sesuai data BPS Agustus 2013, jumlah penganggur berusia 19-29 tahun mencapai 4,9 juta orang dari total 7,4 juta penganggur.
Yang terbaru adalah kurikulum 2013. Masalah yang muncul dalam implementasinya adalah tatkala sebahagian guru belum sempat memahami dengan benar kurikulum lama, kurikulum baru sudah diperkenalkan (jarjani Usman, Serambi Indonesia. Sehingga kita sering mendengar pameo yang menyebutkan “ganti menteri, ganti kurikulum”. Proses “kejar-mengejar” target sering terjadi dalam sistem pendidikan kita yang dipengaruhi oleh sistem perpolitikan di Indonesia.
Dari segi ekonomi, meskipun sudah diatur dalam undang-undang tentang kesamaan hak bagi setiap warga negara, namun tidak setiap warga negara dapat memperoleh derajat pendidikan yang sama pada dewasa ini. Hanya orang-orang yang “berada” yang dapat mengenyam pendidikan yang layak dan sesuai yang peserta didik kehendaki. Akibatnya timbullah kesenjangan antara satu kalangan dengan kalangan yang lain.
Hal ini juga terpengaruh dari tatanan sosial budaya yang ada di negara kita. Orang yang kaya dengan miskin, golongan buruh dengan pejabat, dan lain sebagainya akan memperoleh taraf pendidikan yang berbeda. Hal ini juga merupakan permasalahan klasik pada bidang pendidikan kita hari ini.
Selanjutnya, setiap insan akan memperoleh pendidikan yang berbeda baik dari segi kualitas maupun kuantitas pendidikan. Orang yang berda di daerah terpencil tentu akan memiliki tingkat intelektualitas berbeda dengan mereka yang berada di perkotaan. Juga dari segi letak daerahnya, pesisir atau pegunungan, hingga pada level tatanan lingkungan di sekitar peserta didik itu berada. Apakah mendukung untuk belajar atau malah sebaliknya. Sehingga harus diupayakan pendidikan yang tidak diskriminatif dan tidak monolitik
Daya Saing vs Infrastruktur
Bukan bermaksud untuk mencari alasan di balik ketertinggalan tersebut, ukuran ekonomi Indonesia yang besar bisa jadi memang salah satu penyebabnya. Indonesia negara terbesar di ASEAN, baik dari segi kewilayahan, jumlah penduduk, maupun ukuran ekonominya. Sayangnya, dalam kualitas, terutama daya saing, Indonesia tertinggal cukup jauh dibanding Singapura, Malaysia, dan Thailand. Beberapa studi mengonfirmasikan terkait ketertinggalan Indonesia ini.
Studi Bank Dunia (2013) menyebutkan, daya saing produk ekspor Indonesia relatif tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lain, terutama kaitannya dengan nilai tambah produk ekspor kita. Komposisi ekspor kita terbesar didominasi komoditas (resource based) dan barang primer (primary product). Kondisi ini menyebabkan ekspor Indonesia rentan dengan gejolak harga. Hal ini pula yang saat ini kita rasakan, ekspor kita melemah akibat pelemahan perekonomian dunia yang menyebabkan harga komoditas dunia juga ikut menurun.
Berbeda dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand, sebagian besar ekspornya didominasi oleh produk-produk yang telah disentuh teknologi (medium and high tech product). Kondisi infrastruktur kita juga relatif tertinggal. Infrastruktur logistik kita misalnya berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) 2012 yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-59 atau jauh di bawah Singapura yang berada di puncak di antara 155 negara yang disurvei.
Posisi dan daya saing industri logistik Indonesia bahkan kalah dibanding Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina dan hanya unggul terhadap Myanmar dan Kamboja. Indonesia pasar ekonomi yang besar. Kelas menengah Indonesia semakin bertambah. PDB[5] per kapita Indonesia sudah mendekati USD 5.000, yang berarti daya beli masyarakat kita yang cukup tinggi. Tingginya daya beli ini akan menjadi bumerang bagi ”neraca ekonomi” kita bila daya saing dan kesiapan infrastruktur kita tidak segera dibenahi dalam menghadapi MEA 2015 ini.
Ekspor kita menjadi kurang bersaing karena nilai tambahnya rendah. Di sisi lain, Indonesia akan menjadi pasar barang dan jasa impor yang empuk, sementara nilai tambah dari barang dan jasa impor tersebut bagi kita sangat kecil. Saat ini dampak dari rendahnya daya saing kita tersebut sudah terasa. Sejak 2012 neraca perdagangan kita telah defisit. Sementara neraca jasa kita sejak dulu tidak mengalami perbaikan, dalam arti selalu defisit[6].
Tingginya pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia dalam satu dekade ini menyebabkan demand[7] masyarakat kita meningkat. Sayangnya, karena lemah struktur industri kita, demand masyarakat tersebut tidak bisa dipenuhi industri domestik, melainkan harus diimpor. Ketika ekspor booming, kita juga tidak bisa memaksimalkan nilai tambahnya. Ekspor komoditas dan barang primer harus diangkut melalui pelabuhan dan menggunakan kapal.
Sayangnya, karena ketidaksiapan infrastruktur pelabuhan dan kapal kita, terpaksa ekspor tersebut harus dilakukan di pelabuhan negara tetangga dan diangkut dengan kapal berbendera asing. Tidak hanya itu, asuransi angkutannya pun harus dengan perusahaan asuransi asing sehingga neraca jasa kita mengalami defisit. Indonesia negara dengan penduduk yang besar. Kebutuhan energinya juga besar seiring pertumbuhan ekonominya yang tinggi. Pada 2012 kebutuhan minyak kita mencapai 73 juta ton, terbesar kelima di Asia.
Sayangnya, karena kapasitas infrastruktur kilang minyak yang tidak cukup, setiap tahun impor BBM kita terus meningkat. Indonesia kini telah menjadi importir premium (gasoline) terbesar di dunia. Sekitar 30 persen kebutuhan BBM domestik harus dipenuhi dari impor. Negara yang memiliki infrastruktur kilang minyak diuntungkan dengan posisi Indonesia ini. Siapa itu? Salah satunya Singapura karena memiliki kilang minyak dengan kapasitas yang besar sehingga bisa mengekspor BBM-nya, termasuk ke Indonesia.
Sepertinya Indonesia harus memiliki kebijakan yang agak revolusioner untuk mengubah kondisi yang akut ini. Kebijakan fiskal kita harus berubah, dari yang terlalu costly[8] ke operasional dan subsidi BBM untuk dialihkan ke anggaran investasi, infrastruktur, dan penguatan industri manufaktur. Tanpa langkah-langkah seperti ini, rasanya sulit kita bisa mengejar ketertinggalan daya saing kita. Di sisi lain, kebijakan sektoral juga harus memperlihatkan kesungguhannya untuk memperkuat daya saing industri nasional kita.


[1] Merupakan peta jalan yang berisi langkah-langkah strategis
[2] Prefrensi atau selera adalah sebuah konsep, yang digunakan pada ilmu sosial, khususnya ekonomi. Ini mengasumsikan pilihan ralitas atau imajiner antara alternatif-alternatif dan kemungkinan dari pemeringkatan alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai sumber dari motivasi. Di ilmu kognitif, preferensi individual memungkinkan pemilihan tujuan/goal.
[3] Dokumen yang berfungsi sebagai surat perintah penyerahan barang kepada pembawa surat tersebut, yang ditujukan kepada bagian yang menyimpan barang ( Bagian gudang ) milik perusahaan atau bagian gudang perusahaan lain yang memiliki konsensus dengan perusahaan yang menerbitkan Delivery Order
[4] Document yang di keluarkan atau di buat oleh pihak exportir atau importir yang data - data didalamnya berisi tentang nama barang yang akan di Export atau Import. Data di dalamnya jika nama barang yang di export atau di import lebih dari 1 (satu) nama barang biasanya diuraikan atau di Break Down berdasarkan nomor HS.(Harmonized system codes)

[5] produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu
[6] Defisit secara harfiah berarti adalah kekurangan dalam kas keuangan. Defisit biasa terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan
[7] Permintaan
[8] Mahal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar