Pangkat (kedudukan) hakim ialah
suatu kedudukan mulia dan tinggi, oleh kerena itu hendaknya hakim memiliki budi
pekerti yang luhur. Diantara budi-budi yang baik, yaitu:
- Hendaklah ia berkantor di tengah-tengah Negara, kota. Ditempat yang diketahui oleh segenap lapisan rakyat di wilayahnya.
- Hendaklah ia samakan orang-orang yang perkara, baik tempatnya, atau cara berbicara terhadap mereka, maupun perkataan dan perbuatannya manis
- Hendaknya ia jangan memutuskan sesuatu hukum selama dia dalam keadaan seperti dibawah ini:
- Sewaktu sedang marah.
- Sedang sangat lapar atau haus.
- Sewaktu sangat susah atau gembira.
- Sewaktu sakit.
Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.
yang artinya:
“janganlah hakim menghukum antara
dua orang sewaktu dia sedang marah”. Riwayat Jama’ah Ahli Hadits.
- Dia tidak boleh menerima pemberian dari rakyatnya terkecuali orang yang memang biasa berhadiah kepadanya sebelum ia menjadi hakim dan orang itu dia tidak dalam waktu pekerjaan.
Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.
yang artinya:
“dikutuk Allah orang yang menyogok
dan orang yang menerima sogokan dalam hukumnya”. Riwayat Ahmad, Abu Daud dan
Tirmidzi.
- Apabila telah duduk dua orang yang perkara, hakim berhak menyuruh yang berdakwa untuk menerangkan dakwaannya. Sudah selsai dakwaan, hendaklah hakim menyuruh yang terdakwa pula untuk membela dirinya. Tidak boleh menanya yang terdakwa sebelum selsai pendakwaan yang mendakwa, dan juga tidak boleh bagi hakim menyuruh yang terdakwa, melainkan sesudah diminta oleh yang mendakwa, apabila ia tidak dapat menghadirkan saksi.
- Hakim tidak boleh menunjukkan kepada keduanya, akan cara mendakwa dan membela.
- Surat-surat hakim kepada hakim yang lain di luar wilayahnya, apabila surat itu berisi hokum hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya mengetahui isi surat tersebut, agar tidak menimbulkan fitnah.
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Attahiriyah, Jakarta, 1976
Tidak ada komentar:
Posting Komentar