Pengertian, Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Islam
Pendidikan adalah suatu proses untuk
menghasilkan suatu out put yang mengarah kepada pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi dan berdisiplin tinggi.
Rumusan
pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah merupakan hasil dari
berbagai pengalaman yang dilaluinya sebagai seorang ahli filsafat sejarah dan
sosiologi yang mencoba menghubungkan antara konsep dan realita. Sebagai seorang
ahli filsafat sejarah atau historical philosophy approach, karena kedua
pendekatan tersebut akan mempengaruhi terhadap sistem dan pemikirannya dalam
pembahasan setiap masalah, karena kedua pendekatan tersebut mampu merumuskan
beberapa pendapat dan interpretasi dari suatu kenyataan dan pengalaman yang
telah dilalui.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam
berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini,
memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis.
Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses
pendidikan, yaitu:
Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill)
dalam bidang tertentu. Orang awam bisa meneliti, pemahaman yang sama tentang
suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi al-malakah
tidak bisa demikian oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami
dan mendalami suatu disiplin tertentu.
Penguasaan ketrampilan professional sesuai
dengan tuntutan zaman (lingkungan dan materi). Dalam hal ini pendidikan
hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada potensi
tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah
kebudayaan, serta peradaban umat manusia di muka bumi. Pendidikan yang
meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai dapat
diartikan sebagai upaya mempertahankan dan mengutamakan peradaban secara
keseluruhan.
Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan
berpikir merupakan jenis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena
itu, pendidikan hendaknya di format dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta
didik. Melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk
menciptakan hubungan kerjasama sosial dalam kehidupannya, guna mewujudkan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Kedudukan Manusia Dalam Alam Semesta
Manusia menurut Ibnu Khaldun adalah bukan
merupakan produk nenek moyang, akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosial,
lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu lingkungan sosial merupakan pemegang
tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak penilaian seorang manusia. Hal
ini memberikan arti bahwa pendidik menempati posisi sentral dalam rangka
membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Manusia sebagai khalifah fil ardli,
dibekali oleh Allah SWT akal pikiran, untuk mengatur, merekayasa, dan mengolah
sumber daya alam untuk keperluan seluruh umat manusia, sehingga manusia
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka manusia dikatakan sebagai
makhluk yang berbeda dengan makhluk yang lainnya, karena manusia adalah makhluk
yang berpikir. Oleh karena itu manusia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan
teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
Kemampuan berpikirnya itu tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menarik
peneliti terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang
semacam ini melahirkan perbedaan.
Akal pikiran yang menghasilkan ilmu pengetahuan,
juga dapat menuntun manusia ke jalan Ilahi dan meningkatkan derajat manusia
sehingga manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Hidupnya jiwa
manusia karena ilmu pengetahuan, dan gelapnya hati manusia karena miskinnya
ilmu pengetahuan.
Dengan akal pikiran inilah yang kemudian
menjadikan manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya
binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran
yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga
memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu
masyarakat antara satu dengan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia
yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran
tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat
dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain
telah lebih dahulu mengetahui.
Hakikat dan Tujuan Pendidikan
Rumusan Ibnu Khaldun mengenai tujuan pendidikan
adalah untuk:
- Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran dan kematangan individu kemudian kematangan ini kan mendapat faedah bagi masyarakat.
- Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya, hidup dengan baik di dalam masyarakat maju dan berbudaya.
- Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh rizki.
Beberapa faktor yang dijadikan alasan untuk
merumuskan tujuan pendidikan yaitu:
- Pengaruh filsafat sosiologi yang tidak bias memisahkan antar masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
- Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan masyarakat berbudaya.
- Pendidikan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgent dalam kehidupan setiap individu.
Hakikat Pendidik
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan
yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini
akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan
mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya
mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan
bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan
peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian
terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan
menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan
keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan
pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik
hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu
Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,
yaitu:
- Prinsip pembiasaan.
- Prinsip tadrij (berangsur-angsur).
- Prinsip pengenalan umum (generalistik).
- Prinsip kontinuitas.
- Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
- Menghindari kekerasan dalam mengajar
Hakikat Peserta Didik
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa
dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah
jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran,
maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki
bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Melalui paradigma di atas, menjelaskan bahwa
peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan
orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang
dimilikinya, serta membimbingnya menuju kecerdasan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
- Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
- Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
- Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Hakikat Kurikulum
Kurikulum adalah merupakan landasan yang
digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan
yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan sikap
mental.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang kurikulum
pendidikan dapat dilihat dari konsep epistemologinya. Menurutnya, ilmu
pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
- Ilmu Pengetahuan syar’iyyah yang berkenaan dengan hukum dan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada “warta” otoritatif syar’i (Tuhan/Rosul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk “mengotak-atiknya”, kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Itu pun masih harus berada dalam kerangka diktum dasar “warta” otoritatif tersebut. Ilmu ini diantaranya adalah tentang Al-Qur’an, Hadits, prinsip-prinsip syari’ah, fiqh, teologi, dan sufisme.
- Ilmu pengetahuan filosofis, yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya. Lingkup persoalan, prinsip-prinsip dasar dan metode pengembangannya sepenuhnya berdasar daya jangkau akal pikir manusia.
Ilmu pengetahuan filosofis meliputi:
- Ilmu Mantik (logika), yakni ilmu yang menjaga proses penalaran dari hal-hal yang sudah diketahui agar tidak mengalami kesalahan.
- Ilmu Pengetahuan Alam, yakni ilmu tentang realitas empiris-inderawan, baik berupa unsur-unsur atomik, bahan-bahan tambang, benda-benda angkasa maupun gerak alam jiwa manusia yang menimbulkan gerak dan sebagainya.
- Ilmu Metafisika yakni hasil pemikiran tentang hal-hal metafisis.
- Ilmu Matematika, ilmu ini meliputi empat disiplin keilmuan yang disebut al-Ta’lim yakni: a) Ilmu Ukur (al –Handasah); b) Ilmu Aritmatika; c) Ilmu Musik; d) Astronomi.
- Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains alamiah.
Hal ini disebabkan karena dengan potensi akalnya, setiap
orang memiliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik. Ilmu pengetahuan syar’iyyah dan filosofis
merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling
berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya. Konsepsi
ini kemudian merupakan pilar dalam merekonstruksi kurikulum pendidikan Islam
yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik
yang memiliki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia.
Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan
yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata
pelajaran yang diajarkannya. Cirri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana
alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses
belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku
mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode
pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode
pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik
(guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
Pertama,, kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak
didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk
diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk
menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih
memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan
permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan
mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai
materi per-bab.
Kedua, memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal
ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang
instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang
dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga, Ibnu
Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi
berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus
seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa
munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap
sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap
anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan
memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
Hakikat Evaluasi Pendidikan
Evaluasi pendidikan Islam dapat dibagi batasan
sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam
proses pendidikan Islam. Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan
adalah dalam rangka menjelaskan tingkat keberhasilan pendidik dalam
menyampaikan materi pendidikan Islam kepada peserta didik. Sedangkan dalam
ruang lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang
terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam
pendidikan Islam, yaitu:
- Dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
- Dari segi peserta didik, evaluasi berguna membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
- Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk membantu para pemikir Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
- Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi berguna untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu pendidikan nasional (Islam).
Konsep evaluasi dalam pendidikan Islam bersifat
menyeluruh, baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai Pencipta,
hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam
sekitarnya, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Spectrum kajian
evaluasi dalam pendidikan Islam tidak hanya terkonsentrasi pada aspek kognitif,
tetapi justru dibutuhkan keseimbangan yang terpadu antara penilaian iman, ilmu,
dan amal. Sebab kualitas keimanan, keilmuan, dan amal shalihnya. Kesemuanya itu
merupakan bahan pemikiran bagi pengembangan sistem evaluasi dalam pendidikan
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar